
Repelita Jakarta - Pakar Digital Forensik, Rismon Sianipar, kembali mengkritisi hasil verifikasi atas keaslian skripsi Presiden Joko Widodo yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Rismon menyoroti metode yang digunakan dalam meneliti lembar pengesahan skripsi berjudul Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kotamadya Surakarta.
Menurutnya, memang benar skripsi tersebut diketik menggunakan mesin tik jenis pica, yang umum dipakai pada era 1980-an.
Namun, ia menilai cara verifikasi terhadap lembar pengesahan yang hanya dilakukan dengan meraba permukaannya sangat tidak memadai.
“Lembar pengesahan skripsi Jokowi diraba ada cekungan, kesimpulan Handpress atau Letterpress,” ujarnya melalui akun X @SianiparRismon.
Ia menambahkan, cekungan seperti itu bisa saja dihasilkan oleh teknologi modern seperti digital embossing, bukan semata-mata oleh metode cetak manual.
Lebih jauh, Rismon mempertanyakan pendekatan yang tidak berbasis pada metode ilmiah tersebut.
Menurutnya, pemeriksaan yang mengandalkan perabaan tidak memiliki dasar ilmiah karena bergantung pada indera dan sifat subjektif.
“Perabaan bukanlah scientific, karena berbasis indera perasa dan subjektif,” tegas Rismon.
Ia menegaskan, pemeriksaan terhadap dokumen resmi, apalagi milik tokoh publik sekelas presiden, seharusnya mengandalkan pendekatan ilmiah yang dapat diuji dan diverifikasi secara objektif.
Rismon juga menegaskan tidak akan mundur meski mendapat tekanan hukum akibat menyuarakan dugaan ijazah palsu Jokowi.
Pernyataan itu disampaikannya menjelang menghadiri pemanggilan pertamanya oleh Polda Metro Jaya atas laporan dari Jokowi.
"Saya siap bertempur meski harus kalah akibat kriminalisasi, saya takkan mundur sejengkalpun," ucap Rismon.
Ia mengaku menyadari bahwa dirinya, bersama Roy Suryo dan dr. Tifauzia Tyassuma, sedang berhadapan dengan figur yang masih memiliki kekuatan politik meski tak lagi menjabat.
"Kriminalisasi tetap ada, tapi itu resiko," pungkasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

