Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Putra Mahkota Keraton Solo Tulis 'Nyesel Gabung Republik', Singgung Kebohongan dan Indonesia Gelap

 

Repelita, Jakarta - Ramai di media sosial soal unggahan kontroversial dari KGPAA Hamangkunegoro, Putra Mahkota Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo. Dalam Instagram story pribadinya, @kgpaa.hamengkunegoro, ia menuliskan kalimat "Nyesel gabung Republik" atau menyesal bergabung ke Republik, baru-baru ini.

Tidak hanya itu, KGPAA Hamangkunegoro juga mengunggah sebuah kalimat sindiran di sosial media serupa. "Percuma Republik Kalau Cuma Untuk Membohongi," demikian isi tulisan tersebut. KGPAA Hamangkunegoro juga menambahkan tagar #IndonesiaGelap.

Unggahan ini pun sontak mengundang perhatian publik. Banyak yang mempertanyakan apa yang mendasari kritik tajam yang dilontarkan oleh Putra Mahkota Keraton Solo tersebut. Berbagai spekulasi pun muncul di media sosial terkait latar belakang unggahan tersebut.

Kini, unggahan tersebut telah lenyap karena dihapus oleh pemilik akun. Pihak Keraton Solo pun sampai hari ini belum memberikan keterangan terkait maksud di balik unggahan KGPAA Hamangkunegoro itu.

Lantas apakah maksud unggahan tersebut sebagai bentuk kritik atas kebijakan pemerintah ataukah soal anggaran?

Sebelumnya, adik raja Keraton Surakarta Hadiningrat, SISKS Pakubuwana (PB) XIII GKR Wandansari Koesmurtiyah alias Gusti Moeng, pernah membicarakan soal dana pemeliharaan Keraton Solo. Kepada TribunSolo.com, Moeng menerangkan bahwa pihak keraton tiap tahunnya menerima dana subsidi dari pemerintah daerah untuk pemeliharaan.

Moeng mengungkapkan dana subsidi tersebut tidak cukup untuk memelihara seluruh keraton, baik bangunan maupun gelaran upacara adat. Menurutnya, dana yang diberikan pemerintah kepada Keraton Solo hanya bisa digunakan untuk dua sektor pemeliharaan keraton, yaitu gaji abdi dalem dan penyelenggaraan upacara adat.

"Dana yang diberikan pemerintah tidak cukup. Untuk gaji abdi dalem saja bisa menghabiskan Rp 900 juta per tahun, sementara untuk 8 upacara adat bisa menghabiskan Rp 400 juta," kata Moeng.

Moeng menjelaskan, berdasarkan Perpres nomor 29 tahun 1964, Keraton Solo seharusnya berhak mendapatkan dana pemeliharaan dari pemerintah. Namun, dalam perjalanannya, perhatian terhadap Keraton Solo semakin tergerus, bahkan hak-hak kerajaan yang tercantum dalam konstitusi cenderung diabaikan oleh pemerintah. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad


Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved