
Repelita Jakarta - Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menanggapi soal Revisi Undang-undang TNI, yang saat ini tengah menjadi sorotan publik.
Jenderal Polisi (Purn) yang akrab disapa BG ini mengatakan, saat ini pemerintah sedang membahas revisi UU TNI Nomor 34 tahun 2004 yang meliputi tiga pasal. Ketiganya yakni soal kedudukan dan koordinasi TNI di bawah Kementerian Pertahanan, Pasal 53 yang mengatur usia pensiun prajurit dari 55 tahun menjadi 65 tahun, serta Pasal 47 yang mengatur jabatan di kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif.
“Yang ketiga, Pasal 47 yang mengatur tentang jabatan di kementerian lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI yang aktif,” kata Budi Gunawan saat ditemui awak media di lapangan Mabes Polri.
Dilakukannya revisi Pasal 47, lanjut BG, lantaran selama ini banyak prajurit TNI yang diperbantukan karena keahlian dan kebutuhannya di beberapa kementerian. “Misal saya contohkan di Basarnas, seperti itu. Melalui Revisi UU TNI ini justru memberi batasan yang lebih jelas akan hal tersebut ya,” ucap BG.
BG mengklaim, revisi UU TNI ini tidak dimaksudkan untuk mengembalikan TNI pada dwifungsi militer seperti era Orde Baru. Ia menilai masyarakat tidak perlu khawatir. “Tujuan revisi ini memang murni untuk menyesuaikan kebutuhan zaman, agar TNI kita semakin profesionalismenya meningkat begitu,” katanya.
“Utamanya dalam menjalankan tugas pokoknya di bidang pertahanan negara sekaligus menyesuaikan peran TNI ke depan sesuai kebutuhan perkembangan zaman, khususnya seperti dalam situasi darurat bencana,” tambahnya.
Berdasarkan UU TNI Nomor 34 tahun 2004, Pasal 47 menyebutkan TNI aktif dapat mengisi 10 kementerian dan lembaga, seperti Kantor Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Jika revisi UU ini disetujui, maka akan ada enam pos baru di kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
RUU TNI yang sedang dikebut oleh DPR ramai diprotes masyarakat karena disebut-sebut ingin menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Bahkan, rapat RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada Sabtu (15/3/2025) menjadi sasaran penggerudukan dari Koalisi Masyarakat Sipil karena dianggap dilaksanakan secara diam-diam.
Imbas dari kejadian itu, aksi Koalisi Masyarakat Sipil dilaporkan ke kepolisian oleh Satpam Hotel Fairmont berinisial RYR di Polda Metro Jaya. Pelaporan yang telah teregistrasi dengan LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA menyebut aksi penggerudukan telah mengganggu ketertiban umum.
Di sisi lain, usai aksi menggeruduk lokasi rapat RUU TNI, kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Jakarta Pusat disebut disatroni pelaku teror.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andrie Yunus, mengaku sempat mendapat tindakan teror dari orang tidak dikenal usai menggeruduk Rapat RUU TNI di Hotel Fairmont.
Andrie mengungkapkan, saat kejadian dirinya bersama seorang rekan berada di kantor KontraS, Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat. Sekira pukul 00.16 WIB, mereka mendengar suara bel berbunyi. Saat melihat dari balkon lantai dua, terlihat dua orang, satu mengenakan baju krem dan satunya jaket hitam.
“Ketika saya tanya, dari mana mas? ‘Media’,” kata Andrie.
Andrie tidak turun menemui mereka karena merasa janggal jika awak media datang tengah malam. “Saya kemudian langsung masuk ke dalam, tutup pintu dan tidak menemui mereka, karena menurut kami agaknya janggal kalau media tengah malam. Kemudian seolah-olah terus memaksa masuk,” jelasnya.
Aksi teror lain yang dirasakan Andrie yakni menerima telepon dari nomor tidak dikenal sebanyak tiga kali, dua via jaringan selular dan satu melalui WhatsApp.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok