Repelita Jakarta - Pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto menyoroti fenomena mandeknya penanganan kasus-kasus besar di Indonesia, terutama ketika kasus tersebut menyentuh kalangan elite bisnis dan politik.
Gigin menilai banyak kasus besar yang awalnya mencuri perhatian publik, namun akhirnya lenyap begitu saja tanpa penyelesaian yang jelas.
"Semua kasus besar kalau sudah sampai lapisan bisnis dan politik teratas langsung berhenti," ujar Gigin di X @giginpraginanto.
Ia mencontohkan beberapa kasus besar yang sebelumnya sempat mencuat ke publik, seperti skandal pagar laut dan mafia migas yang pernah diungkap oleh ekonom Faisal Basri dan timnya.
"Lihat saja kasus pagar laut dan mafia migas yang pernah dibongkar Faisal Basri dkk," cetusnya.
Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya kekuatan besar yang melindungi para pelaku di balik kasus-kasus besar tersebut. Ia bahkan menyebut bahwa penjajah bangsa Indonesia bukan berasal dari luar, melainkan dari dalam negeri sendiri.
"Ini membuktikan bahwa penjajah bangsa Indonesia adalah saudara sebangsanya sendiri," tegasnya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kompleks Parlemen, Wakil Ketua Komisi IV DPR, Alex Indra Lukman, mengungkapkan kekecewaannya terhadap cara penanganan kasus pagar laut.
Alex menilai identitas pemilik pagar laut yang diungkap KKP, yakni Kepala Desa Kohod bin Asip beserta bawahannya yang berinisial T, tidak masuk akal dan justru melecehkan logika publik.
"Penyelesaiannya benar-benar tidak masuk akal. Menteri KP tadi menyebut ada 196 kasus serupa yang pelakunya perusahaan, tapi untuk kasus ini justru hanya ada dua individu berinisial. Ini seperti menghina akal sehat kita semua," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa jauh sebelum kepolisian menetapkan tersangka, Agung Sedayu Group telah lebih dulu mengakui kepemilikan pagar laut tersebut melalui anak usahanya, PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentos.
Hal ini berdasarkan data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Lebih lanjut, Alex mengkritik kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang menurutnya tidak serius menangani polemik ini.
"Sejak awal, kasus ini memang sulit diterima logika. KKP sibuk mengawasi ikan dan kapal, tapi tidak mampu mendeteksi keberadaan pagar laut yang panjangnya setengah dari Tol Jagorawi," tuturnya.
Alex menegaskan bahwa Menteri KKP dan jajarannya harus bertanggung jawab penuh untuk mengungkap siapa dalang di balik keberadaan pagar laut tersebut.
Ia meminta agar mereka bekerja lebih keras dan tidak membuat penyelesaian yang semakin membingungkan masyarakat.
"Pak Menteri, Pak Wamen, dan seluruh jajaran KKP telah disumpah untuk menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Gunakan semua kemampuan yang ada untuk mengungkap siapa sebenarnya dalang di balik pagar laut ini," tegasnya.
Alex juga memperingatkan agar KKP tidak lagi mengambil keputusan yang meremehkan akal sehat publik, karena penyelesaian yang tidak transparan dapat memicu kemarahan masyarakat yang lebih besar.
Kasus pagar laut ini menjadi sorotan publik karena melibatkan wilayah yang membentang di lebih dari 12 desa dan berdampak pada kehidupan masyarakat pesisir.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok