Repelita Jakarta - Kritikus politik Faizal Assegaf melontarkan kritik tajam terhadap Menteri BUMN Erick Thohir terkait kondisi sejumlah Badan Usaha Milik Negara yang dinilai semakin terpuruk.
Dikatakan Faizal, kehancuran BUMN tidak terlepas dari kebijakan Presiden ke-7, Jokowi, yang memberikan kewenangan besar kepada Erick Thohir sebagai pemimpin sektor tersebut.
"Apa yang terjadi di BUMN hari ini tidak lepas dari tanggung jawab Presiden Jokowi yang mendelegasikan kewenangan kepada seorang konglomerat Erick Thohir sebagai Menteri BUMN," ujar Faizal di X @faizalassegaf.
Ia menilai Erick Thohir tidak bisa lepas dari tanggung jawab atas kondisi buruk yang terjadi saat ini.
"Mestinya sebagai orang yang memiliki moral, pejabat yang gagal dalam menjalankan amanah, tugas, dan kewenangan, mundur," cetusnya.
Faizal bahkan menuntut Erick untuk mengundurkan diri karena dianggap gagal dalam mengelola BUMN.
"Anda tidak layak terus bertahan menjadi Menteri BUMN," tegasnya.
Tak berhenti di situ, Faizal juga menuduh Erick sibuk dengan kepentingan bisnis pribadi dan kelompoknya, sementara BUMN terus mengalami kerugian besar.
"Anda sibuk menggunakan seluruh fasilitas negara untuk meraih pencitraan demi kepentingan politik pragmatis, sementara BUMN kita satu per satu hancur berantakan," katanya.
Faizal pun mendesak agar Presiden Prabowo dan aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas untuk mengusut dugaan korupsi di tubuh BUMN.
"Semakin lama Anda bertahan, publik akan berkesimpulan ada kepentingan pribadi dan kelompok yang menggerogoti BUMN," tukasnya.
"Presiden dan aparat hukum harus bertindak tegas. Tangkap Erick Thohir, Boy Thohir, dan seluruh kelompok yang menjadikan BUMN seolah-olah kepentingan pribadi," kuncinya.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung terus mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang PT Pertamina Patra Niaga yang menyebabkan negara merugi hingga Rp193,7 triliun.
Sejauh ini, sembilan tersangka telah ditetapkan, termasuk dua nama terbaru, yaitu Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, serta Edward Corne yang menjabat sebagai VP Trading Operations.
Keduanya diduga melakukan kejahatan bersama tujuh tersangka lain yang telah lebih dulu ditetapkan Kejagung.
Modus yang digunakan adalah pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan minyak berkualitas lebih rendah, yang terjadi dalam lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama pada periode 2018-2023.
Perbuatan para tersangka ini menyebabkan kerugian keuangan negara dalam jumlah fantastis, mencapai Rp193,7 triliun.
Kejagung menegaskan bahwa pengusutan kasus ini akan terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, termasuk dari kalangan pejabat yang lebih tinggi.
Sebelumnya, Kejagung mengungkap skandal korupsi dalam ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.
Salah satu modus yang dilakukan adalah memanipulasi bahan bakar minyak jenis RON 90 menjadi RON 92 sebelum dipasarkan, menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar menjelaskan bahwa pengadaan BBM ini dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Namun, dalam praktiknya, perusahaan tersebut membeli BBM dengan kualitas lebih rendah, lalu menjualnya seolah-olah sebagai RON 92 dengan harga yang lebih tinggi.
Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Di antaranya adalah Riva Siahaan selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin sebagai Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International, serta Yoki Firnandi yang menjabat Dirut PT Pertamina Shipping.
Selain itu, ada juga beberapa tersangka dari sektor swasta, termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza, putra dari pengusaha migas Mohammad Riza Chalid.
Modus manipulasi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kualitas BBM yang digunakan masyarakat. Kejagung memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya.*
Editor: 91224 R-ID Elok