Repelita Jakarta - Hasil sidang etik yang digelar oleh Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia (UI) memutuskan untuk membatalkan tugas akhir atau disertasi Bahlil Lahadalia yang sebelumnya dinyatakan lulus pada 16 Oktober 2024. Berdasarkan dokumen risalah rapat pleno DGB UI yang diterima Tempo, keputusan ini bersifat rekomendasi dan pembatalannya bergantung pada keputusan rektor UI.
Dewan Guru Besar UI menegaskan akan tetap berpegang pada prinsip etik dan berharap Rektor UI menindaklanjuti rekomendasi sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Meski demikian, DGB juga menyatakan akan menghormati keputusan rektor jika rekomendasi tersebut tidak diikuti. "DGB berharap Rektor UI akan menindaklanjuti rekomendasi sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Namun, jika rekomendasi DGB tidak diikuti oleh rektor, DGB tetap menghormati keputusan rektor," tulis surat yang ditandatangani pada 10 Januari 2025 itu.
Sidang etik yang diketuai oleh Harkristuti Harkrisnowo ini menyatakan bahwa tim sidang telah bekerja dengan penuh kehati-hatian, tanpa diskriminasi, dan sesuai kewenangannya. Terdapat empat pelanggaran yang menjadi alasan pembatalan disertasi Bahlil Lahadalia, antara lain ketidakjujuran dalam pengambilan data. Data yang digunakan dalam disertasi didapatkan tanpa izin dari narasumber, dan penggunaannya tidak transparan.
Selain itu, terdapat pelanggaran standar akademik di mana Bahlil Lahadalia diterima dan lulus dalam waktu singkat tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan. Sidang yang dihadiri oleh 32 guru besar ini juga menyebutkan bahwa Bahlil mendapatkan perlakuan khusus dalam proses akademik, termasuk kemudahan dalam pembimbingan, perubahan mendadak penguji, serta kelulusan yang tidak sesuai dengan standar akademik UI.
Tak hanya itu, terdapat dugaan konflik kepentingan karena promotor dan kopromotor Bahlil memiliki hubungan profesional dengan kebijakan yang diatur oleh Bahlil saat menjabat sebagai pejabat negara. "Kesimpulan ini mencerminkan keseriusan DGB UI dalam menjaga standar akademik dan etika penelitian, serta menegaskan bahwa pelanggaran akademik tidak akan ditoleransi, terlepas dari jabatan atau status sosial seseorang," jelas surat tersebut.
Bahlil Lahadalia sebelumnya dinyatakan lulus dengan predikat cum laude pada Sidang Terbuka Promosi Doktor di Universitas Indonesia pada 16 Oktober 2024. Disertasi yang diajukan berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia." Bahlil menyelesaikan program doktoralnya dalam waktu yang terbilang singkat, yakni hanya 1 tahun 8 bulan.
Keputusan kelulusan Bahlil memicu kontroversi, terutama terkait durasi masa studinya yang sangat singkat dibandingkan dengan standar waktu yang ditetapkan oleh Peraturan Rektor UI. Kritikan datang dari berbagai pihak, salah satunya Harris Muttaqin, alumni UI, yang menilai bahwa proses pemberian gelar doktor kepada Bahlil tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Sebelumnya, UI telah menangguhkan kelulusan Program Doktor Bahlil Lahadalia. Keputusan ini diambil dalam Rapat Koordinasi 4 Organ Universitas Indonesia yang dilaksanakan pada 11 November 2024 di Kampus UI Salemba. UI menyatakan bahwa keputusan ini adalah bagian dari komitmen untuk meningkatkan tata kelola akademik yang lebih baik dan transparan.
Hingga berita ini ditulis, Tempo belum mendapatkan konfirmasi dari Harkristuti Harkrisnowo, Ketua Dewan Guru Besar UI, mengenai keputusan tersebut. Direktur Humas UI, Arie Afriansyah, juga mengungkapkan bahwa pihak UI belum membuat keputusan resmi terkait rekomendasi DGB UI.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok