
Repelita Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo meninggalkan warisan yang cukup besar bagi Indonesia, salah satunya adalah meningkatnya jumlah pengangguran di kalangan generasi muda, khususnya generasi Z. Tidak kurang dari 10 juta anak muda saat ini menghadapi ketidakpastian masa depan dengan tingkat pengangguran yang semakin mengkhawatirkan.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai fenomena ini sebagai masalah serius yang harus segera diatasi. Menurutnya, generasi muda yang tidak bersekolah, tidak bekerja, dan kehilangan harapan bisa menjadi ancaman sosial yang lebih besar dibandingkan dengan persoalan utang negara.
“Bukan hanya soal utang negara, tapi juga soal masa depan 10 juta anak muda yang kehilangan arah. Ini bisa jadi bom waktu yang lebih berbahaya jika tidak segera ditangani. Jika hampir seperempat anak muda Indonesia merasa tidak punya masa depan di negaranya sendiri, itu artinya ada yang sangat salah dalam sistem yang ada,” ujar Rocky.
Lebih lanjut, Rocky mengungkapkan bahwa banyak anak muda yang mulai mempertimbangkan untuk meninggalkan Indonesia karena merasa tidak ada kesempatan untuk berkembang. Kurangnya lapangan pekerjaan, pemangkasan anggaran pendidikan, dan ketidakpastian ekonomi menjadi penyebab utama dari rasa pesimis ini.
Situasi ini diperburuk dengan semakin banyaknya pemangkasan anggaran yang berimbas pada sektor pendidikan dan juga menyebabkan banyak orang tua kehilangan pekerjaan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi.
“Kita melihat banyak anak muda yang tidak hanya menganggur, tetapi juga tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk bersaing di dunia kerja. Ini bukan hanya masalah individu, tetapi kegagalan sistem yang seharusnya memastikan mereka mendapatkan kesempatan lebih baik,” tambah Rocky.
Ia juga menilai kebijakan yang lebih bersifat sementara, seperti program makan siang gratis, tidak menyentuh akar masalah. Menurut Rocky, meskipun program tersebut penting, yang lebih mendesak adalah membuka kesempatan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang lebih luas bagi generasi muda.
“Makan siang gratis itu memang penting, tetapi jika pendidikan dan lapangan pekerjaan tidak tersedia, program tersebut tidak akan banyak membantu. Jika orang tua mereka saja kehilangan pekerjaan, bagaimana masa depan anak-anak ini?” tegas Rocky.
Di tengah ketidakpastian politik yang semakin memanas, dengan persaingan politik antara Jokowi dan Prabowo, masyarakat mulai meragukan apakah kebijakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan rakyat atau sekadar manuver politik.
Ketidakpuasan terhadap kondisi saat ini terus meningkat, dan ada potensi besar ketegangan sosial yang bisa memuncak sewaktu-waktu. Rocky menilai bahwa rakyat Indonesia, yang selama ini dikenal dengan sikap “nerimo”, bisa berubah menjadi massa yang marah jika tekanan semakin besar.
“Kita bisa belajar dari negara lain, di mana rakyat yang kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah akhirnya turun ke jalan. Kita belum sampai di tahap itu, tapi tanda-tandanya sudah ada. Jika kondisi ini terus dibiarkan, ledakan sosial bisa terjadi kapan saja,” jelas Rocky.
Rocky menegaskan bahwa pemerintahan yang baru harus lebih transparan dan akuntabel dalam mengambil kebijakan. Masyarakat tidak hanya ingin mendengar janji, tetapi juga melihat tindakan nyata yang memberikan dampak positif.
Generasi muda semakin kritis terhadap kebijakan yang ada dan menginginkan perubahan nyata yang dapat membawa masa depan lebih baik bagi mereka.
“Prabowo harus mendapatkan informasi yang benar tentang kegelisahan rakyat. Jika tidak, ia akan menghadapi pemerintahan yang penuh dengan ketidakpercayaan dan gejolak sosial yang lebih besar,” pungkas Rocky. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

