Repelita Jakarta - Bareskrim Polri memeriksa 10 saksi pada Senin untuk mendalami dugaan pemalsuan dokumen dalam perkara pagar laut di perairan Kabupaten Bekasi. Pemeriksaan ini termasuk pihak dari PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN).
"Hari ini kita undang untuk klarifikasi sebanyak 10 orang sebagai saksi termasuk dari TRPN," ujar Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan.
Pengacara PT TRPN, Deolipa Yumara, membenarkan kliennya diperiksa penyidik Bareskrim pada hari yang sama. Namun, Deolipa menegaskan bahwa kliennya tidak terlibat dalam dugaan pemalsuan sertifikat hak milik (SHM).
"Kalau pemalsuan sertifikat itu bukan TRPN ya, karena TRPN ini perusahaan yang tidak punya sertifikat di sana. Perusahaan, badan hukum yang tidak punya sertifikat di sana," ujar Deolipa di Bareskrim Polri.
Deolipa menjelaskan bahwa PT TRPN baru akan mengupayakan penguasaan lahan di lokasi tersebut melalui pembelian sertifikat atau kerja sama sertifikat.
"Jadi TRPN sampai sekarang belum punya sertifikat, yang punya sertifikat adalah orang per orang, pribadi subyek hukum," jelasnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri juga mengusut kasus pagar laut di perairan Desa Segarajaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Kasus ini dilaporkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada awal Februari. BPN melaporkan dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto 56 KUHP.
"Yang mana terkait 93 sertifikat hak milik yang terjadi di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, provinsi Jawa Barat sekitar tahun 2022," kata Djuhandhani.
Penyelidikan mengungkap bahwa para pelaku diduga mengubah data subjek atau nama pemegang hak serta data objek atau lokasi. Awalnya, lokasi berada di darat, namun kemudian bergeser ke laut dengan luasan yang lebih besar dari aslinya.
"Diduga para pelaku merubah data subjek atau nama pemegang hak, dan mengubah data objek atau lokasi yang sebelumnya berada di darat menjadi berlokasi di laut, dengan jumlah yang lebih luas," ungkap Djuhandhani.
Djuhandhani juga menegaskan bahwa kasus pagar laut di Bekasi berbeda dengan kasus serupa di pesisir Utara Kabupaten Tangerang. Jika di Tangerang pemalsuan dokumen dilakukan sebelum atau saat proses penerbitan sertifikat, maka di Bekasi pemalsuan dilakukan setelah SHM terbit.
"Jadi sebelumnya sudah ada sertifikat, kemudian diubah dengan alasan revisi, di mana dimasukkan baik itu perubahan koordinat dan nama. Sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat, bergeser ke laut dengan luasan yang lebih luas," tuturnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok