Repelita, Jakarta 17 Desember 2024 - Wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD semakin menjadi sorotan publik. Hal ini mencuat setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku sependapat dengan usulan tersebut. Tito juga menyinggung politik dinasti serta skenario politik menjelang 2029.
"Saya sependapat, kita lihat sendiri lah bagaimana besarnya biaya untuk pilkada," ujar Tito pada Senin (16/12).
Usulan ini sebelumnya telah disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat Bahlil Lahadalia dan Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di acara HUT ke-60 Golkar. Menurut Tito, biaya besar yang dihabiskan untuk Pilkada menjadi salah satu alasan utama yang mendukung wacana ini.
Namun, gagasan ini memicu banyak respons dari masyarakat yang menolak keras wacana tersebut. Melalui media sosial, banyak netizen menganggap wacana ini membuka peluang semakin besarnya pengaruh politik dinasti di Indonesia.
"Tiba-tiba semua sepakat Gubernur dipilih DPRD," tulis akun X @Mdy_Asmara1701.
"Tanda-tanda dinasti," ujar akun @BujangMaya16.
"Ada ada aja nih pejabat. Cara alus mencekal independen," tulis @Candj09.
"Dia kira rakyat percaya sama anggota @DPRD yang rata-rata penyampai aspirasi ketum parpol dan bukan wakil rakyat," kritik @ieffendi23.
"Back to Orba," tulis @Jokoplongo2.
"Skenario 2029 untuk FUFUFAFA," ujar akun @whysato2.
"Biar nggak capek, tinggal nyuap oknum DPRD/DPR," tulis @Roebanie.
"Supaya apa? Ya supaya duetnya masuk ke partai dan elitnya masing-masing. Jadi kagak perlu lagi tebar bansos, amplop, dan serangan fajar ke masyarakat. Mereka berbisnis di belakang layar karena pesertanya dan yang terlibat mereka-mereka aja. Dana calon kepala daerahnya fokus untuk parpol doang," kritik akun @agoestone.
"Sudah dikondisikan Anggota dewan mayoritas dari Kim. Jadi hitung-hitungannya, jika kepala daerah dipilih DPRD, maka mereka yang akan menentukan bakal orang-orangnya," tulis @KolilLila.
Sebagian besar kritik diarahkan pada potensi ketidakadilan dalam proses pemilihan kepala daerah jika dilakukan melalui DPRD. Wacana ini dinilai sebagai langkah mundur yang kembali ke era Orde Baru, dengan menutup peluang masyarakat untuk memilih langsung kepala daerah mereka.
Hingga kini, pemerintah belum memberikan pernyataan lebih lanjut terkait respons atas kritik dari masyarakat terhadap usulan ini. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok