MR alias RD (28), tersangka baru dalam kasus pembubaran diskusi di Hotel Grandkemang, berperan sebagai orang yang memukul petugas keamanan berinisial ADP.
Momen tersebut terjadi saat ADP berusaha mengadang pergerakan MR dan teman-temannya untuk masuk ke dalam aula lalu membubarkan diskusi.
“Melakukan pengeroyokan terhadap korban. Korban mendapat perlakuan berupa pemukulan di bagian kepala dan badan,” ungkap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi dalam keterangannya, Rabu (2/10/2024).
Setelahnya, MR mendorong ADP sehingga pelaku dan teman-temannya masuk ke dalam aula untuk membubarkan diskusi.
Dalam perkara ini, mulanya MRK dan anggota kelompok yang mengatasnamakan diri Forum Cinta Tanah Air berdemonstrasi di depan Hotel Grandkemang.
Mereka menuntut agar kegiatan diskusi di Hotel Grandkemang segera dihentikan.
“Lalu terlapor masuk dari pintu belakang hotel menuju ballroom yang berada di lantai satu,” ujar Ade.
“Kemudian korban yang bertugas sebagai satuan pengamanan di hotel tersebut melakukan pengamanan terhadap orang dan barang di tempat kejadian tersebut,” tambah dia.
Kini, MR telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP.
MR merupakan pelaku ke-6 yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya. Sebelumnya, ada FEK, GW, JJ, LW, dan MDM.
Namun, hanya FEK dan GW yang ditetapkan sebagai tersangka. FEK merupakan koordinator lapangan, sedangkan GW terlibat dalam aksi perusakan properti Hotel Grandkemang.
Dengan begitu, MR merupakan tersangka ke-3 dalam kasus pembubaran diskusi di Hotel Grandkemang ini.
Diberitakan sebelumnya, kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Forum Cinta Tanah Air membubarkan diskusi di Hotel Grandkemang, Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/9/2024).
Diskusi yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) ini dihadiri sejumlah tokoh yang sering mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo, termasuk pakar hukum tata negara Refly Harun.
Selain Refly Harun, forum diskusi tersebut juga dihadiri oleh Said Didu, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayjen (Purn) Soenarko, dan sejumlah aktivis.
Hotel Grandkemang sebenarnya telah memberikan surat izin keramaian terkait diskusi kepada kepolisian. Bahkan, mereka telah diberitahu bahwa akan ada unjuk rasa di depan hotel pada hari itu.
Forum Cinta Tanah Air sebelumnya memang telah memberitahu kepolisian tentang rencana unjuk rasa di depan Hotel Grandkemang.
Namun, polisi gagal mengamankan. Sebab, sebagian dari mereka dilaporkan menerobos dari belakang hotel dan menyebabkan kerusakan properti seperti dikutip kompas
Refly Harun soal Pembubaran Diskusi Kemang: Si Rambut Kuncir Bukan OTK, Jelas Berafiliasi ke Mana
Pakar hukum tata negara menanggapi kecurigaan polisi bahwa pembubaran diskusi di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan telah direncanakan.
Perkembangan kasus itu dibahas Refly melalui siniar yang dalam akunnya di YouTube.
"Ini ada pertanyaan dari pihak kepolisian. Apakah peristiwa Kemang ini, ya, sudah terencana? Ini menarik. Kalau polisi nanya, ya, kita juga nanya. Jadi, kita sama-sama nanya, ya," ujar Refly Harun dilihat pada Rabu (2/10/2024).
Refly lantas pembacakan pemberitaan terkait kecurigaan polisi bahwa pembubaran diskusi sudah direncanakan.
Konon kecurigaan polisi muncul lantaran di antara pelaku ada yang diduga menginap di hotel terlebih dahulu, lalu berbaur dengan massa yang datang ke hotel untuk memprotes jalannya diskusi yang digelar Forum Tanah Air (FTA) dan diaspora.
Dalam siniar itu, Refly juga kembali menayangkan video pelaku yang telah ditangkap dan jadi tersangka di Polda Metro Jaya, hadir di acara sebuah partai politik.
Refly menggarisbawahi dirinya tidak bermaksud mengaitkan aksi pelaku dengan partai politik tersebut.
"Intinya adalah bahwa ada kegiatan di sebuah partai politik, dan dia hadir orang tersebut. Kan, enggak mungkin kalau dia hadir, orang OTK ya, dia bukan OTK, tetapi orang yang jelas berafiliasi ke mana, berkegiatan seperti apa. Begitu," tutur Refly.
Oleh karena itu, akademisi itu menilai tidak bisa dikatakan pelaku yang berambut kuncir adalah orang sembarangan alias tidak jelas.
"Ini orang yang jelas, tetapi, tentu pihak polisi yang harus memperjelasnya. Apa kaitannya, apa hubungannya?" lanjut Refly.
Dia menekankan bahwa pembubaran diskusi itu bukan peristiwa biasa, melainkan adalah teror terhadap demokrasi di negeri ini.
"Bayangkan, ini serangan terhadap konstitusi. Memang mungkin, sebagian orang mengatakan, ah lebay, dibegitukan saja sudah bagaimana, enggak. Kami sih biasa saja, tetapi yang kami pertahankan adalah demokrasi Indonesia," ucap Refly.
Tokoh kelahiran Palembang itu membayangkan sungguh gawat bila Indonesia kembali ke masa Orde Baru di mana orang mau diskusi dipersekusi, mau berkumpul juga dilarang, koruptor dan preman merajalela.
"Kita ingin negara ini menjadi negara yang baik, bukan negara premanisme yang kalau ada perbedaan pendapat diselesaikan dengan cara fisik, membubarkan kegiatan, mengancam," ucap Refly Harun.
Sebelumnya, Refly juga menyebut bahwa ada beberapa koleganya yang hadir di acara itu sempat berkoordinasi dengan petinggi-petinggi negara. Namun, dia tidak tahu apa tanggapan mereka.
"Ada konspirasi yang mengatakan ini persaingan si A si B, persaingan elite dan sebagainya, tetapi bisa jadi juga, apa, pengalihan isu Fufufafa. Agar kemudian tekanan terhadap Fufufafa berkurang," tutur Refly.
Fufufafa merupakan akun di media sosia Kaskus yang menurut pakar telematika Roy Suryo, 99,9 persen adalah milik Gibran.
"Jangan lupa, ya, Fufufafa kalau dituntut, itu bisa tidak dilantik sebagai wakil presiden, karena tidak lagi memenuhi syarat, melakukan perbuatan tercela. Mulai lima, sepuluh tahun yang lalu, sampai sekarang. Yaitu tidak mengakui bahwa itu akun miliknya," lanjut Refly dalam siniar di channel-nya di YouTube.
Hal yang juga dinilai aneh oleh Refly adalah, orang yang mengatakan akun Fufufafa 99,9 persen adalah Gibran, dilaporkan ke polisi.
"Bahkan, orang yang mengatakan 99,9 persen (Roy Suryo, red), itu dilaporkan ke polisi. Ini kan aneh sekali," ucap Refly.***