Oleh: Damai Hari Lubis - Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Teriakan penghinaan yang semestinya diungkapkan dengan khidmat oleh para anggota MPR pada acara pelepasan dan sumpah jabatan Prabowo sebagai Presiden RI (20/10/2024) mencerminkan penurunan martabat bagi anak-anak dan menantu Jokowi.
Hal ini menandakan kebencian yang mendalam dari masyarakat, yang terwakili oleh para legislator, terhadap Jokowi dan keluarganya.
Pelecehan terhadap keluarga presiden di detik-detik terakhir masa jabatannya sungguh merepresentasikan ketidaksukaan bangsa ini terhadap Jokowi dan keluarganya.
Gibran, yang diindikasikan tidak lulus SMA atau sederajat, harusnya memahami konsekuensi ketika ia duduk di samping Presiden Prabowo dalam acara kenegaraan.
Apabila protokoler mengatur kehadirannya mewakili Presiden untuk bertemu para tokoh bangsa dan pejabat publik di hadapan banyak massa simpatisan Prabowo dan kader Gerindra, situasi bisa menjadi sangat rumit.
Jika massa teringat akan akun “Fufu Fafa”, peristiwa yang bisa terjadi tentu saja sangat tidak mengenakkan.
Bandingkan dengan situasi ketika seorang Ketua MUI yang dihormati berada dekat dengan Jokowi; sang Kyai pun tidak luput dari pelecehan di dunia maya oleh jutaan orang.
Oleh karena itu, demi mengurangi dosa sejarah dan menjaga moralitas, Gibran sebaiknya segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI.
Langkah ini juga penting untuk mengatasi kecurigaan publik bahwa Gibran ingin memanfaatkan “kesehatan Prabowo” dengan harapan menggantikan posisi presiden di tengah jalan.
Sebaliknya, jika presiden benar-benar jatuh ke tangan Gibran, pandangan umum akan sangat miris membayangkan nasib bangsa ini.
Banyak yang alergi melihat kepribadian Gibran yang tercermin melalui karakter akun “Fufu Fafa”, yang menurut sebagian ahli medis dan psikolog, menunjukkan bahwa Gibran berkesan sebagai subjek yang tidak normal dalam batasan yang mengkhawatirkan.
Penyusunan ini lebih terstruktur dan jelas, membantu pembaca untuk memahami argumen yang disampaikan. ***