Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Prof. Chusnul Mariyah, mengungkapkan pendapatnya terkait masa studi pejabat publik yang sedang menempuh pendidikan S3.
Menurutnya, pejabat yang bekerja penuh waktu seharusnya menjalani masa studi yang lebih panjang karena status mereka sebagai mahasiswa part-time.
"Mestinya, kalau anda bekerja, pasti kuliahnya part-time. Kalau part-time, mestinya masa studinya dua kali lipat. Jadi nggak bisa kalau part-time tapi minta dua tahun selesai," ujar Prof. Chusnul dalam YouTube Abraham Samad, dikutip Kamis (24/10/2024).
Ia juga menyatakan keraguannya terhadap kejujuran pejabat yang menempuh pendidikan tinggi di tengah kesibukan mereka menjalankan tugas publik.
“Menurut saya, para pejabat bukan tidak boleh kuliah, tapi saya nggak yakin mereka kuliah dengan jujur. Kapan mereka ngerjain tugas, kapan membaca, menulis, dan mengikuti ujian? Misalnya, gubernur, Kapolda, atau menteri, dengan jabatan seberat itu kapan ada waktu untuk kuliah?” tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Chusnul menekankan bahwa pejabat yang ingin melanjutkan pendidikan sebaiknya mengambil cuti di luar tanggungan negara, agar fokus pada studi mereka dan tidak terganggu oleh tugas-tugas pemerintahan.
Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap gelar doktor yang diperoleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.
Gelar doktor Bahlil menjadi perbincangan karena ia berhasil menyelesaikan studi S3 hanya dalam waktu tiga semester di Universitas Indonesia (UI). Fenomena ini menimbulkan diskusi mengenai standar dan durasi ideal dalam menyelesaikan program doktoral di Indonesia.
Saat ini, Universitas Indonesia (UI), melalui Dewan Guru Besar dan Senat Akademik (SA), telah membentuk tim investigasi untuk mengaudit proses pemberian gelar doktor kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia.
Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo, mengonfirmasi pembentukan tim tersebut pada Sabtu (19/10/2024).
"Kami telah membentuk tim investigasi bersama dengan Senat Akademik," ujar Harkristuti seperti dikutip dari fajar
Dosen NTU Singapura 'Heran' Bahlil Selesaikan Doktor di UI Cuma 3 Semester: Disertasinya Seperti Kumpulan Berita Koran!
Bahlil Lahadalia menyelesaikan gelar doktor di Universitas Indonesia (UI) dalam waktu 20 bulan.
Waktu yang cukup singkat untuk meraih gelar doktor menimbulkan banyak pertanyaan terlebih lagi disertasinya seperti kumpulan koran.
“how low can you go @univ_indonesia??? oh i know….as low as permintaan pejabat buat nyelesaiin s3 dlm waktu 20 bulan. either he’s too brilliant or you are just to stupid to think he’s brilliant,” kata Dosen Nanyang Technological University (NTU) Singapura Prof Sulfikar Amir, di akun X (Twitter) @sociotalker, Rabu (16/10/2024).
Sulfikar heran UI bisa meloloskan desertasi Bahlil Lahadalia yang isinya seperti kumpulan koran.
“Disertasi apaan ini @univ_indonesia??? jangan2 cuma kumpulan berita koran dan laporan proyek?? are you seriously an institution of higher learning UI?” paparnya.
Kasus Bahlil, kata Sulfikar menyarankan UI menjadi lembaga kursus yang mudah memberikan sertifikat.
“I strongly suggest @univ_indonesia buat ganti status menjadi lembaga kursus…biar lbh pas buat jualan sertifikat. lupakan world class university, qs100, etc etc. yang penting melayani nafsu pejabat dan dapat cuan,” tegasnya.
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, membenarkan Bahlil akan menjalani sidang promosi doktor siang ini.
“Beliau mengambil program doktoral by research,” ujarnya saat dihubungi, Rabu, 16 Oktober 2024 dikutip dari Tempo.
Dengan program ini, Bahlil tak perlu berfokus mengikuti mata kuliah di dalam kelas.
Ia bisa memperoleh gelar doktor dengan mengerjakan sebuan penelitian independen.
Bahlil akan memperoleh gelar doktornya dengan disertasi tentang tata kelola hilirisasi nikel – bidang yang selama ini digelutinya baik sebagai Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal maupun Menteri ESDM.
Disertasi itu bertajuk “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Bekerkelanjutan di Indonesia”.
Bahlil beberapa kali menyampaikan isi disertasi yang ia kerjakan dalam berbagai kesempatan.
Dalam penelitian itu, ia menemukan masyarakat lokal di sekitar tambang belum mendapatkan manfaat dari hilirisasi.
“Memang penelitian saya, hilirisasi itu yang mendapat manfaat paling besar sekarang ini adalah investor dan pemerintah pusat,” kata Bahlil saat memberi kuliah di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 Juli 2024.