Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa deflasi yang terjadi di Indonesia selama lima bulan berturut-turut disebabkan oleh harga pangan yang terlalu murah.
Menurutnya, penanganan deflasi berbeda dengan inflasi, di mana pemerintah dapat melakukan intervensi melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Saya ini karena terus terang memang kalau inflasi itu (harga) naik ya, kita cepat bisa atasi sebetulnya karena ada bupati, ada walikota, ada anggaran APBD dari dana yang tidak terduga kan, bisa, bisa itu," kata Zulhas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024).
"Nah, ini memang ada beberapa yang terlalu murah. Terlalu murah. Terlalu murah ini kan kita belum ada jalan untuk membantunya kan gitu, belum ada," ucapnya lagi.
Zulhas memberikan contoh konkret mengenai harga pangan yang terlalu murah, seperti harga cabai yang hanya mencapai Rp 15.000 per kilogram, jauh di bawah harga patokan pemerintah sebesar Rp 40.000 per kilogram.
Telur juga mengalami penurunan harga, mencapai Rp 24.000 per kilogram, sedangkan harga patokan adalah Rp 28.000 per kilogram.
Hal ini berpotensi membuat para petani mengalami kerugian.
"Kalau saya bilang terlalu murah, pasti saya di-bully lagi nih. Cabai terlalu murah, misalkan patokan kita Rp 40.000, di pasar cuma Rp 15.000, itu langsung bangkrut petaninya gitu loh. Seperti cabai, bawang murah sekali ya, termasuk saya kira juga telur," tutur Zulhas.
Mendag juga mengakui bahwa turunnya harga barang dipengaruhi oleh peralihan musim, dari musim kemarau ke musim hujan.
Ia menjelaskan bahwa beberapa bahan pangan rentan terhadap peralihan musim, seperti cabai yang lebih mudah busuk saat musim hujan.
"Kalau saya keliling ke pasar-pasar memang yang tampak itu karena peralihan musim, dulu kan hujan ya abis itu enggak gitu, sehingga panennya sempurna. Bawang, cabai, kalau hujan terlalu banyak kan dia busuk, ini sehingga suplainya banyak," ungkapnya.
Zulhas menegaskan bahwa pihaknya akan mengkaji lebih dalam mengenai penurunan harga ini, untuk menentukan apakah disebabkan oleh suplai yang melimpah atau penurunan daya beli masyarakat.
"Apa karena suplainya banyak sekali sehingga harganya terlalu murah, atau daya beli yang turun? Nanti kita lihat, kita kaji lebih lanjut," sebutnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen pada September 2024.
Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan bahwa deflasi ini disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat, termasuk penurunan jumlah kelas menengah.
”Apakah ini indikasi penurunan daya beli masyarakat? Tentu untuk kita menghubungkan apakah ini ada penurunan daya beli masyarakat, kita harus melakukan studi lebih dalam karena angka indeks harga konsumen ini adalah yang kita catat berdasarkan harga yang diterima konsumen,” kata dia, dikutip dari Kompas.id.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa deflasi selama lima bulan berturut-turut tidak menunjukkan perekonomian Indonesia melemah.
"Meskipun terjadi deflasi selama lima bulan beruntun, namun inflasi tahunan tercatat turun menjadi 1,84 persen pada September 2024 dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,12 persen," kata Deputi Gubernur BI, Juda Agung, dilansir dari Kompas.com, Rabu (2/10/2024).