Dunia pendidikan geger karena ada wali murid yang syok membeli buku Rp 200 ribu di sekolah.
Padahal ketika dicek melalui toko online, buku tersebut hanya dijual Rp 25 ribu.
Akhirnya wali murid itu curhat melalui media sosial.
Pihak sekolah, yakni Kepala Sekolah akhirnya memberikan klarifikasi terkait harga buku Rp 200 ribu itu.
Adapun sekolah yang dimaksud ialah SDN 2 Kawwalu, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Herdi, satu orangtua siswa SD mengaku terpaksa membeli buku anaknya di sekolah meski harga cukup mahal.
Satu di antaranya sebuah Bupena (Buku Penilaian) Merdeka kelas 3 Sekolah Dasar yang ditunjukkannya dalam video.
Buku untuk anaknya itu dia beli di sekolah dengan harga mencapai Rp 200.000 per buah.
Hanya saja, pihak sekolah katanya mendiskon harga buku tersebut.
Yakni dari semula seharga Rp 200.000 menjadi Rp 180.000.
"Herdi, orang tua siswa SDN 2 Kawalu, Kelurahan Talagasari, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat mengeluh lantaran mahalnya harga buku di sekolah anaknya," tulis akun instagram @undercover.id pada Kamis (3/10/2024).
Herdi orangtua siswa itupun mengeluh lantaran mahalnya harga buku di sekolah anaknya.
“Anak saya disuruh beli buku dengan nominal Rp200 ribu, cuma sekarang ada diskon menjadi Rp 180 ribu.
"Ini buku untuk kelas 3 SD pembelajaran sampai bulan Desember,” katanya dilansir dari Warta Kota via Tribun Jateng.
Herdi mengaku sempat bertanya-tanya lantaran mahalnya harga buku di sekolah anaknya.
Sementara SD lain tidak ada jual beli buku yang harganya mahal.
“Kok di tempat sekolah anak ada buku yang diperjualbelikan dengan harga ratusan ribu? Ini bukan buku pendamping, justru dipakai keseharian pelajaran itu dari buku ini,"
"Bahkan anak saya pun kalau belajar karena belum punya buku ini, suka pinjam dari temannya,” terangnya.
Padahal, lanjut Herdi, menurut aturan, buku tidak boleh diperjualbelikan di sekolah dalam bentuk apapun.
Ia menjelaskan, banyak orang tua yang mengeluh harus beli buku, hingga ada yang terpaksa beli.
Namun ada juga yang kurang mampu, harus membeli buku sampai terpaksa ngutang.
“Ada juga yang ngambil dulu bukunya nanti bayarnya dicicil. Kalau saya tidak ngambil dulu buku itu, karena ingin cari tahu dulu kenapa buku ini diperjual belikan.
Memang pada saat rapat kesepakatan antara orang tua murid untuk membeli buku itu, saya tidak ikut,” sesalnya.
Ia menerangkan, buku tersebut kalau beli secara online di marketplace harganya hanya Rp 25 ribu, penerbitnya juga sama.
“Kasihan sama yang orang tidak mampu, bukan berarti saya tidak mampu. Beli 10 atau 20 kali lipat membeli buku ini bisa beli.
Tetapi jangan disamakan dengan orang lain, mungkin orang lain ekonominya sedang kekurangan, makanya saya tidak dulu ngambil buku, karena ingin tahu kebenarannya,” ujarnya.
Respons Kepala Sekolah Soal Buku Rp 200 Ribu
Terkait hal ini, Kepala Sekolah SDN 2 Kawalu Andri membantah pihak sekolah telah memperjualbelikan buku.
“Hal itu (jual beli buku) tidak benar, karena itu sudah ada pertemuan antara pihak orang tua murid dan penerbit buku. Pembelian buku ini tidak diwajibkan,” katanya.
Andri menegaskan, dari awal pihaknya tidak mewajibkan siswa membeli buku. Buku tersebut hanya sebagai pegangan.
“Dari awal juga kami tidak mewajibkan, tetapi untuk pegangan dan sebagainya silahkan, tetapi itu di luar kapasitas sekolah.
Kurikulum merdeka, untuk panduannya bisa lihat dari Google, tetapi memang mungkin orang tua murid ingin yang lebih praktis,” jelasnya.
Sementara terkait harga buku yang mahal, Andri mengaku tidak tahu menahu.
Pasalnya buku dijual langsung oleh penerbit.
“Sekali lagi sekolah tidak menjual buku, kami sudah komitmen dengan orang tua, itu pun kalau seandainya kalau memerlukan untuk literatur silakan.
Tetapi di luar kapasitas, itu kerja sama antara penerbit dengan orang tua dan bayarnya juga tidak cash, tetapi dicicil. Kami hanya memfasilitasi saja,” terangnya.
Andri menambahkan, pihak sekolah sudah mewanti-wanti orang tua siswa agar tidak berpikir sekolah menjual buku.
“Dari awal juga dengan orang tua siswa, kamis sudah mewanti-wanti, jangan sampai mengira pihak sekolah menjual, tetapi kalau tidak ada buku tersebut tidak ada buku panduan, jadi anak-anak tidak bisa belajar.
Kalau ada orang yang tidak mampu tidak diwajibkan,” pungkasnya.