Pengakuan demi pengakuan kembali bermunculan di tengah pengungkapan kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Terbaru, teman para terpidana, Pramudya Wibawa Jati (25), angkat bicara dan mengaku bahwa dirinya telah memanipulasi laporan BAP yang dibuat pada tahun 2016 silam. Namun, manipulasi itu dipengaruhi oleh pihak penyidik.
Pram, sapaan Pramudya, bercerita awalnya ia bersama para terpidana lain kala itu nongkrong di warung Bu Nining sekitar jam 20.00 WIB pada Sabtu (27/8/2016). Ia dibonceng Teguh, temannya, menggunakan motor ke Warung Bu Nining.
"Terus nyampe di situ (warung), saya balik lagi nganterin motor mamangnya Teguh naro di rumah, balik lagi ke situ (warung)," cerita Pram kepada Dedi Mulyadi di channel Youtube Dedi Mulyadi yang tayang pada Minggu (9/6/2024).
Di warung itu, Pram minum minuman keras jenis ciu bersama para terpidana.
Ia tak tahu beli ciu tersebut di mana lantaran ketika tiba minuman keras itu sudah tersedia.
"Sampai jam 9 tuh pindah ke rumah Hadi (salah satu terpidana). Udah pusing kepala. Rumah Hadi di dekat warung Bu Nining. Anak-anak masih ngumpul," lanjutnya.
Sekitar jam 9 an, Pram diajak Teguh untuk membeli nasi kuning. Barang sekitar 15 menit, Pram kembali lagi ke Rumah Hadi setelah membeli dua bungkus nasi kuning.
"Ke Rumah Hadi lagi, tempat ngumpul-ngumpul. Sampai sekitar jam 10 lebih baru pindah ke kontrakan Pak RT. Tidur di situ, jadi enggak ada yang kemana-mana. Seingat saya," ujar Pram.
BAP diubah
Dalam pengakuannya, Pram membantah bahwa para terpidana Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman dan Supriyanto terlibat di malam Eky dan Vina terbunuh.
Pasalnya Pram saat itu mengatakan sedang menginap di rumah kosong milik anak dari Pasren, Ketua RT saat itu.
Namun, dalam BAP pada tahun 2016 kala itu, Pram mengaku dituntun oleh penyidik untuk mengubah kebenaran.
"Waktu dulu di BAP tahun 2016 saya ngomong jujur, seadanya, seingat saya, sepengetahuan saya. Tidur di rumah Pak RT (Pasren)," ceritanya.
Mendengar itu, penyidik menampik pengakuan Pram lantaran Ketua RT saat itu, Pasren, dan anaknya, Kahfi, tidak mengakui Pram dan para terpidana yang lain menginap di sana.
"'Kamu tidur di rumah Pak RT sedangkan Pak RT sama anaknya tidak mengakui kamu tidur di situ,'" ujar Pram menirukan perkataan penyidik kala itu.
Oleh penyidik, Pram pun dituntun untuk mengubah BAP-nya.
"Diubah BAP-nya, jadi setelah jam 9 malam kamu pergi beli nasi kuning langsung pulang ke rumah kamu aja, tidur di rumah. Disuruh begitu," ujar Pram menirukan perkataan penyidik saat itu.
Pram yang merasa ketakutan dengan penyidik akhirnya menuruti suruhannya.
Padahal, kejadian yang sebenarnya, Pram dan para terpidana menginap di rumah Pasren.
Liga Akbar juga mengaku ubah BAP sama penyidik
Saksi lainnya, Liga Akbar, mengaku bahwa BAP-nya pada tahun 2016 bukan yang sebenarnya.
Liga Akbar merasa tak tenang dengan peristiwa 8 tahun silam yang mencuat kembali.
Ada kesadaran dalam dirinya untuk mengungkapkan kejadian yang sebenarnya dia alami.
Kuasa Hukum Liga Akbar, Yudia Alamsyach, menceritakan kronologi yang disampaikan oleh kliennya itu.
Pada hari Sabtu (27/8/2016), Liga Akbar tengah bermain ke rumah Eky di Majalengka. Diketahui Eky sering tinggal di sana bersama ibunya.
Eky dan Liga kemudian mengendarai motor masing-masing untuk pergi ke Kuningan.
"Di situ mereka bareng bawa motor masing-masing karena rencananya Eky itu mau ke Kuningan ada acara musyawarah Grup XTC di Kuningan," cerita Yudia kepada Dedi Mulyadi, Youtuber sekaligus Politikus Gerindra di Channel Youtube-nya pada Jumat (7/6/2024).
Dalam perjalanan, Eky dan Liga mampir ke Cirebon, tepatnya di warung depan SMA 4.
Liga tak berniat ikut Eky mengikuti acara tersebut, tetapi ia ikut nongkrong di sana.
"Sebelum Magrib, Eky pamit mau jemput Vina ke rumahnya," kata Yudia.
Menjelang Isya, Eky balik lagi ke warung itu bersama Vina. Mereka kemudian nongkrong kembali. Di warung tersebut, Eky merokok sambil minum kopi.
"Acaranya kan sekitar jam 8 (malem) lah, Eky dan Vina kemudian pamit ke Kuningan, tapi mau lewat ke Arumsari, Eky ada rumah juga di sana," lanjutnya.
Eky dan Vina pamit pergi dari warung itu, meninggalkan Liga. Itu lah momen terakhir komunikasi mereka.
"Cuman sempet ada obrolan, Eky itu nunjukkin foto katanya ini ada orang yang ngajak ribut," katanya.
Kronologi versi BAP
Namun, dalam BAP tahun 2016, keterangan yang tertulis sangat jauh berbeda, menjurus kepada kebohongan.
Bagaimana tidak, Liga Akbar ikut bersama Vina dan Eky setelah nongkrong di warung. Mereka bertiga lalu melewati SMPN 11 Cirebon.
"Saat mereka lewat, diteriaki, dilempari dan dikejar akhirnya Liga menyelamatkan diri masuk gang," kata Yudia.
Liga Akbar menyelamatkan diri masuk gang kemudian mencari jalan untuk pulang ke rumah. Setelah 30 menit berselang, dia balik lagi ke warung. Padahal, kejadian itu tak dialaminya.
"Yang sebenarnya Liga itu tidak nganter, dia sampai SMP 4 bubar masing-masing. Eky dan Vina jalan, Liga ga ikut. Liga nongkrong di depan sma 4 sampai jam sekitar 12 malam," tambahnya.
Setelah itu, Liga baru mendapatkan kabar bahwa Eky dan Vina sudah ada di rumah sakit.
Siapa yang suruh ubah BAP?
Mendengar penjelasan Yudia, Dedi Mulyadi pun bertanya-tanya soal keterangan di BAP yang tertulis pada tahun 2016 dengan fakta yang sebenarnya.
"Liga itu siapa yang mengarahkan buat BAP yg bersifat kebohongan?" tanya Dedi heran.
Yudia pun menjawab bahwa kala itu hanya ada Liga dan penyidik di ruangan.
"Nah itu pertanyaannya, makanya saya bilang ke media juga karena di ruangan itu cuma ada Liga dan penyidik, disimpulkan aja," jawabnya.
"Siapa yang memeriksa Liga di BAP lama tinggal dibuka. Pak Kapolri, Pak Kabareskrim, Pak Kapolda Jabar semoga dengan cepat kasus ini akan tuntas," tambah Dedi Mulyadi.
Tidak ada lempar melempar
Setelah delapan tahun kasus bergulir, Liga Akbar Cahyana kini muncul mencabut beberapa poin dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan 2016 silam.
Liga mengaku bahwa kronologi pembunuhan dua sahabatnya itu hasil settingan.
Adapun bagian pelemparan batu hingga pengejaran sampai ke flyover hasil rekaan. Ternyata, peristiwa itu tidak benar-benar ada.
Kendati begitu, Liga mencabut kesaksiannya delapan tahun silam saat memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Barat pada Selasa (4/6/2024).
"Terkait adanya kejar mengejar dan lempar melempar nah itu sebenarnya tidak ada," kata Yudia kepada Kompas TV, dikutip dari TribunJakarta.com
Yudia menjelaskan, Liga memang sangat dekat dengan Eky dan Vina.
Pada Sabtu sore 2 7 Agustus 2016, Liga memang sedang kongko dengan teman-teman satu geng motornya, termasuk dengan Eky. Saat itu mereka nongkrong di dekat SMAN 4 Kota Cirebon.
Eky pun menjemput kekasihnya, Vina dan kembali ke tongkrongan. Pada sekitar pukul 19.00 WIB, Eky dan Vina pamit. Sedangkan Liga tetap di tongkrongan.
Liga tidak tahu menahu soal apa yang terjadi pada dua sahabatnya, sampai dia mendapat kabar kemudian, Eky dan Vina sudah di rumah sakit dalam keadaan tak bernyawa.
"Ada sekitar enam sampai tujuh orang lah," kata Yudia.
"Eky ini permisi dulu sorenya, jemput Vina, datang lagi ke situ, sekitar jam tujuhan (malam), Eky sama Vina berpamitan," kata Yudia.
Yudia mengatakan, kronologi dilempari hingga dikejar sampai flyover hingga berujung pembunuhan seperti pada putusan pengadilan merupakan berdasarkan kesaksian Liga.
"Kan keterangan diteriaki, terus dikejar, kan itu dari Liga Akbar," jelas Yudia.
Kendati begitu, kesaksian palsu itupun kini diakui Liga Akbar saat kasus Vina kembali ramai dan polisi sibuk mengusut kembali.
Yudia bertanya-tanya soal apa yang sebenarnya terjadi pada Vina dan Eky malam itu.
Yang jelas, menurutnya, ada pengkondisian hingga tercipta kronologi yang sedemikian rupa dan melibatkan kliennya dalam kesaksian.
"Makanya saya masih tanda tanya, ada apanya. Dari kesimpulan itu saja kan, ini ada pengkondisian, ada yang mengarahkan, dari awal," kata Yudia.
Yudia menjelaskan, Liga sebenarnya tidak ingin menandatangani berita acara pemeriksaan polisi saat itu, delapan tahun silam.
Namun karena ada faktor tertentu, yang belum mau diungkap, Liga akhirnya menandatanganinya.
"Makanya yang jadi catatan dari Liga Akbar, Liga Akbar ini awalnya tidak mau menandatangani berita acara pemeriksaan, waktu itu."
"Cuma apa boleh buat, ada sesuatu, jadi dia menandatangani, dan tidak paham kalau di pengadilan bisa dicabut," jelas Yudia.