Hingga saat ini Kejaksaan Agung telah menetapkan sebanyak 22 orang tersangka kasus korupsi PT Timah.
Dari 22 orang tersangka tersebut teridir dari oknum PT Timah, ESDM hingga pihak swasta.
Sedangkan pihak Indonesia Coruption Wacht mengatakan jika masih ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus korupsi timah ini.
Egi Primayogha dari ICW menjelaskan bahwa pihaknya melihat kehadiran aktor pemerintah pusat dalam kasus korupsi timah tersebut.
“Aktor pemerintah pusat saat dugaannya sebagai tersangka, di mana hal ini menguatkan dugaan kita jika pola korupsi di tambang telah mulai bergeser yang dulunya di daerah dan saat ini mulai ke pusat,” terangnya di podcast @abrahamsamad speakup.
Sedangkan Kurnia Ramadhana yang merupakan Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW mengatakan bahwa dalam korupsi sumber daya ala mini adanya kongkalingkong antara pelaku dengan aparat.
Dalam korupsi sumberdaya alam ini begitu banyak yang terkait, mulai dari kerugian yang menimpa masyarakat secara langsung, hingga kongkalikong dengan Kepala Daerah, meminta pengamanan kepada penegak hukum, bahkan purnawirawan penegak hukum.
Egi menambahkan bahwa tindakan korupsi sumber daya alam ini juga merupakan tindakan korupsi yang besar dan tidak selalu merupakan pelanggaran pidana.
Selain itu, Egi menyampaikan bahwa korupsi tambang ini juga ada yang nama step capture, di mana para pelaku privat atau pihak swasta memiliki jaringan yang banyak dan mendominasi sumberdaya alam.
“Itu yang membuat sulitnya melakukan pengusutan karena mereka mempunyai power untuk menghentikan peyelidikan jika adanya kecurangan,” tambah Egi.
Timah bukanlah satu-satunya kasus, di mana tambang lainnya mulai dari batu bara hingga nikel juga menjadi potensi korupsi.
Adapun kerugian negara berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam kasus korupsi tata niaga timah wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022 capai Rp 300 triliun.
Agustina Arumsari selaku Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi mengatkan bahwa pihaknya telah mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti dan menyimpulkan jika kerugian keuangan negara sebesar Rp 300.003 triliun.
Adapun kerugia tersebut mulai dari kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp 2.285 triliun hingga pembayaran bijih timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra tambang PT Timah sebesar Rp 26.649 triliun.
Sedangkan kerugian yang ketiga adalah kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan yang dihitung oleh Prof Bambang ini sebesar Rp 271.069 triliun.