Budayawan Ridwan Saidi menanggapi ucapan Pengamat Politik, Rocky Gerung mengenai posisi Presidium Alumni (PA) 212 di Indonesia.
Dilansir TribunWow.com, hal itu diungkapkan Ridwan Saidi dan Rocky Gerung saat menjadi narasumber dalam acara ‘Indonesia Lawyers Club’ yang diunggah dalam kanal Youtube Indonesia Lawyers Club, pada Selasa, (30/7/2019).
Ridwan Saidi mulanya mengatakan bahwa ada gerakan serupa PA 212 yakni bernama BKOI (Badan Kontak Organisasi Islam) Jakarta Raya.
Ia lalu menjelaskan sedikit mengenai BKOI.
Disebutkan Ridwan Saidi, BKOI pernah melakukan demonstrasi besar untuk mengkritik ucapan Mei Kartawinata, Ketua Persatuan Marhaen Indonesia.
“Saya setuju dengan Rocky, 212 itu kalau tahun 1953 itu BKOI, Badan Kontak Organisasi Islam Jakarta Raya, Itu yang melakukan demonstrasi yang sangat besar pada tanggal 28 Februari 1954,” ujar Ridwan Saidi.
“Memprotes ucapan Mei Kartawinata, ketua Persatuan Marhaen Indonesia yang menghina Nabi Muhammad itu besar sekali di Jakarta,” paparnya.
“Kemudian setelah pemilu tahun 1955, BKOI enggak ada, maka itu menjadi front anti komunis, dia ada tabloid yang sempat terbit 8 minggu. 8 kali terbit.”
Ia lalu menyetujui penjelasan Rocky Gerung bahwa PA 212 memang harus ada.
“Sekarang namanya 212 karena itu namanya populer di kalangan masyarakat. Saya setuju penuh dengan saudara Rocky uraiannya tentang 212. 212 memang harus ada, yang seperti ini,” ungkapnya.
Ridwan Saidi lalu menasehati agar para PA 212 untuk menghindari diri sebagai objek penggalangan.
“212 jangan melakukan, maksud saya hindarkanlah diri Anda menjadi objek penggalangan. Di ruangan ini Anda digalang oleh satu dua pembicara.”
Lihat videonya di menit ke 1.23
Sebelumnya, Rocky Gerung mengatakan PA 212 seharusnya tak menjadi bahan perdebatan setelah pertemuan para tokoh, seperti Prabowo Subianto dengan Joko Widodo (Jokowi).
“Jadi kalau ada pikiran bahwa 212 ini dipertanyakan eksistensinya hanya karena ada pertemuan antar tokoh politik seminggu ini, seolah-olah 212 permainan kemarin sore,” ucapnya.
Rocky Gerung melanjutkan, PA 212 juga bukan permainan politik Prabowo Subianto.
“Saya menangkap ada roh yang jujur pada gerakan itu lepas dari kontroversinya, 212 bukan permainan politik Prabowo,” lanjut Rocky Gerung.

Rocky menilai gerakan PA 212 harus dihargai oleh berbagai pihak.
“212 tidak memperoleh legitimasinya di Monas, atau kelanjutanya 414 atau dan seterusnya, 212 adalah teks sosial bangsa ini, hasil imajinasi bangsa ini dan kita mesti hormati itu,” katanya.
“Karena enggak mungkin kita sekedar mengatakan ‘ya itu sekedar insipirasi politik 2019’ enggak, itu di jauh di belakang sana ada perdebatan yang kita sebut perdebatan dasar negara yang kita sebut enggak pernah selesai.”
“Jadi legitimasinya ada di konstitusi negara kita. Namanya aja 212 dulu piagam Jakarta,” ungkapnya.
Sehingga ia menyayangkan, PA 212 dianggap gerakan radikal oleh beberapa kalangan.
“Ngaconya adalah seluruh konsep bernegara itu, lalu disederhanakan sebagai ancaman bahkan disebut teroris,” kata Rocky Gerung.
“Presiden menyebutkan itu secara insinuatif. Nah saya ingin agar presiden membaca teks sosial kita sebagai catatan historis kita. Supaya beliau tidak menjadi corong dari kepongahan global dalam membaca politik,” paparnya.
Lihat videonya di menit ke 2.00
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)