Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengungkapkan penyebab kekalahan Prabowo-Sandiaga Uno di Pilpres 2019. Dia menyebut isu politik identitas seperti khilafah dan radikalisme menjadi penyebab Prabowo-Sandi kalah dari rivalnya Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
“Kalau ditanya, kenapa milih Prabowo-Sandi karena ada kesadaran ekonomi ingin berubah. Ingin BUMN bagus, ingin kesehatan bagus, pendidikan lebih bagus dan seterusnya. Tapi, suasana yang dibangun kita akan optimisme jika beliau (Prabowo) jadi presiden, tiba-tiba kita dikepung oleh isu yang kita nggak sangka. Kita pikir isu ini akan dikalahkan dengan isu ekonomi. Isu itu dituding isu khilafah, dengan isu wahabi, isu radikalisme, bagaimana? Maka kemudian ada masyarakat yang keyakinan terancam ini yang kemudian nggak ketemu,” kata Muzani saat membuka acara Seminar Nasional dan Rakernas Gekira (Gerakan Kristen Indonesia Raya) di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, Minggu (15/9/2019).
“Pemilih Prabowo yakin ada perubahan ekonomi, tapi di sebelah merasa keyakinannya terancam. Gimana mau jadi khilafah? Pak Prabowo tahu…. beliau emang muslim. Siapa yang radikal?” imbuhnya.
Muzani mengatakan tim Prabowo-Sandiaga habis-habisan diterpa isu radikalisme. Dia menyebut banyak caleg Gerindra yang juga terkena dampak dari isu ini.
“Isu itu dibangun sistematis, dikepung kita oleh isu-isu itu. Kita dikepung, dan kita nggak berdaya oleh media dan framing. Apa yang terjadi? Yang terjadi makan korban. Korban siapa? Caleg. Caleg muslim dibasis kristen nggak akan jadi, calon anggota kita yang kristen di basis kristen juga nggak akan jadi, karena isu ini yang dibangun,” katanya.
Meski begitu, Muzani mengatakan isu itu tak bertahan lama. Malah, kata Muzani, isu ekonomi yang disampaikan Prabowo-Sandiaga saat kampanye terbukti sekarang ini.
“Sekarang terbukti isu itu selesai reda semua, nggak ada khilafah, radikal-radikalan. Sekarang terjadi isu ekonomi, tiba-tiba BPJS naik, semua rakyat teriak ‘kok BPJS naik 2 kali lipat?’ Karena kemampuan pemerintah bayar BPJS, kaga mampu. Bulan depan pemerintah akan umumkan harga listrik naik. Dan sekarang semua orang katakan kita sudah masuki masa reses ekonomi. Apa yang dipikirkan Pak Prabowo semuanya terjadi,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Gekira Fary Djemy Francis berharap isu radikalisme dan khilafah itu berhenti menerpa Gerindra. Dia meminta semua kader Gekira bisa menhembalikan marwah Partai Gerindra sebagai partai nasionalis.
“Sebagaimana kita ketahui, Gerindra partai tengah yang berideologi atas pancasila dan berkarakter nasionalis, jadi salah besar bila Gerindra dinilai hanya di salah satu golongan saja. Ketum adalah figur yang dilahirkan dari rahim seorang nasrani, yang dibesarkan di lingkungan pluralis dan intelek, meski beda-beda secara keyakinan, keluaraga ini bisa hiduo rukun harmonis dan penuh kasih sayang,” kata Fary.
Fary meminta isu khilafah dan radikal yang menerpa Gerindra ini dijadikan pengalaman semua kader. Dia meminta semua kader memberikan edukasi ke masyarakat bahwa Gerindra partai nasionalis.
“Kemarin harus menjadi tantangan bagi kita untuk menjawabnya sampaikan kepada meraka yang termakan isu sara, bahwa Gerindra adalah partai nasiobalis bukan fundamentaslis. Gekira harus jadi sayap partai kuat yang menjaga jati diri Gerindra dan senantiasa berjuang untuk rakyat Indonesia,” tutupnya. (mae/zap) detik