Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini, Senin (5/8/2019) dengan koreksi sebesar 0,46% ke level 6.311,16. Pada pukul 09:35 WIB, IHSG telah memperlebar koreksinya menjadi 0,96% ke level 6.279,49.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 2,03%, indeks Shanghai melemah 0,39%, indeks Hang Seng anjlok 1,82%, indeks Straits Times turun 1,61%, dan indeks Kospi terkoreksi 2%.
Kicauan Presiden AS Donald Trump di Twitter masih sukses dalam memantik aksi jual dengan intensitas yang besar di bursa saham Benua Kuning.
…during the talks the U.S. will start, on September 1st, putting a small additional Tariff of 10% on the remaining 300 Billion Dollars of goods and products coming from China into our Country. This does not include the 250 Billion Dollars already Tariffed at 25%…
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) August 1, 2019
Pada hari Kamis (1/8/2019), Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
“AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita,” cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.
Pengumuman dari Trump ini datang setelah dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai pada pekan kemarin.
China pun akhirnya dibuat panas dan angkat bicara terkait dengan serangan terbaru dari Trump. Beijing menyebut bahwa pihaknya tak akan tinggal diam menghadapi “pemerasan” yang dilakukan AS, serta memperingatkan akan adanya serangan balasan.
“Jika AS benar mengeksekusi bea masuk tersebut maka China harus meluncurkan kebijakan balasan yang diperlukan guna melindungi kepentingan-kepentingan kami yang mendasar,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters.
Ketika perang dagang AS-China tereskalasi, laju perekonomian keduanya, berikut perekonomian global, akan semakin tertekan. Maklum, AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Selain bara perang dagang AS-China yang masih panas, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari situasi di Hong Kong yang juga membara. Hingga kini aksi protes besar-besaran di Hong Kong masih juga terjadi. Pada hari ini, demonstran menggelar aksinya di stasiun-stasiun Mass Transit Railway (MTR) dengan mencegah masyarakat yang ingin berpergian dari menggunakan moda transportasi tersebut.
Aksi protes ini dilakukan untuk menuntut pemerintah Hong Kong melakukan reformasi, pasca sebelumnya pemerintahan Carrie Lam mengajukan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat Hong Kong.
Rilis Angka Pertumbuhan Ekonomi Bikin Merinding
Dari dalam negeri, pelaku pasar saham Tanah Air dibuat deg-degan dalam menantikan rilis angka pertumbuhan ekonomi. Dijadwalkan, angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019 akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB.
Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,05% secara tahunan (year-on-year.YoY) pada kuartal II-2019, melambat dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%.
Padahal, pada 3 bulan kedua tahun ini ada gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi masyarakat Indonesia.
Jika pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun ini ternyata benar melambat, maka target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah untuk tahun 2019 di level 5,3% tampak akan kiat sulit untuk tercapai.
Untuk diketahui, sekuritas-sekuritas besar berbendera asing kini memproyeksikan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh di bawah 5% pada tahun 2019.
Melansir konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg, JPMorgan Chase dan Goldman Sachs Group memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% pada tahun ini, sementara Deutsche Bank menaruh proyeksinya di level 4,8%.
Kala perekonomian loyo, penjualan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan tertekan. Mengantisipasi hal tersebut, aksi jual dengan intensitas yang besar dilakukan oleh pelaku pasar saham tanah air.