JAKARTA – Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menganggap, aksi perlawanan yang dilakukan kelomok kriminal bersenjata (KKB) Papua merupakan respon atas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat di Jakarta.
Ia menyebut, pemerintah cenderung mengedepankan represi militer dari pada pendekatan persuasif dan kemanusiaan dalam konflik yang terjadi di Papua.
Demikian disampaikan Natalius Pigai dalam tulisannya yang dilansir RMOL, Senin (13/8/2019) malam.
Pigai juga menilai, sebagian besar kebijakan pembangunan di Papua selalu bernuansa politis.
Bahkan, ia menuding militer memanfaatkan pembangunan di Papua sebagai tameng untuk memantau dinamika kehidupan di wilayah tersebut.
“Terbukti dengan adanya sistemisasi intelijen negara dan pengiriman pasukan non teritorial (pasukan tempur) sampai di tiap desa,” katanya.
Kondisi tersebut, dianggapnya mengakibatkan masyarakat Papua masih belum merasa sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Munculnya radikalisme perjuangan dari rebelian merupakan reaksi terhadap aksi pemerintah Jakarta yang amat represif, maka rakyat pun ikut membalas dengan cara yang represif pula,” lanjutnya.
Sayap militer dalam organisasi perjuangan Papua, katanya, tidak akan ada jika ada perlakuan yang sama dengan wilayah lain seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta atau Bandung dan Semarang.
“Sedangkan Papua terlihat seperti mereka hidup di jaman kolonial. Bepergian dari satu kampung ke kampung lain harus memiliki surat jalan. Apalagi kalau pergi dari satu kabupaten ke kabupaten yang lain,” ulasnya.
Ia lantas mengutip pendapat Sosiolog John Gastung yang menyebut bahwa dasar kekerasan bermula dari perbedaan antara realitas dengan apa yang mereka pikirkan.
Hal itulah, katanya, yang tak didapatkan masyarakat di Papua.
“Maksudnya bahwa imajinasi masyarakat yang menginginkan sebuah tatanan hidup yang aman, tentram, damai, dan sejahtera, berbeda dengan situasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang mereka hadapi pada masa kini,” jelasnya.
Atas alasan itu, Pigai beranggapan bahwa penggunaan kekuatan militer untuk mengikis kaum rebelian di Papua hanya akan mendatangkan malapetaka bagi Indonesia.
“Sejarah telah membuktikan bahwa Papua tidak pernah diruntuhkan oleh kolonial,” ingatnya.
Pigai lantas menyarankan apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah untuk menangani permasalah di Papua.
Yakni melalui pendekatan kesejahteraan, kemanusiaan, penghargaan terhadap HAM, hukum religi bagi masyarakat mayoritas.
Sekaligus memberikan ruang publik yang layak bagi masyarakat minoritas serta membuka dialog untuk mencari upaya resolusi yang tepat.
“Kalau seluruh upaya ini tidak sukses, maka perlu mencari alternatif yang gentle namun demokratis untuk membuktikan apakah OPM didukung oleh rakyat atau tidak didukung,” pungkasnya.