MK Putuskan Anwar Usman Lengser Dari Kursi Ketua, Netizen: Mundur Dari Hakim MK Bukan Cuman Ketua

640

Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengeluarkan sebagian uji materi terkait masa jabatan hakim konstitusi UU No. 7 Tahun 2020 mengenai MK yang mewajibkan Ketua MK Anwar Usman lengser dari posisi ketua MK saat ini.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan tersebut dalam sidang yang diikuti via saluran Youtube MK,  Senin, 20 Juni 2022.

Anwar membacakan putusan resmi yang dikeluarkan MK dalam Pasal 87 huruf a UU 7/2020 bertolakbelakang dengan UUD 1945.

Pasal tersebut mengatur kedudukan ketua MK bisa dijabat hakim konsitusi sampai masa jabatan berakhir.

“Menyatakan Pasal 87 huruf a UU Nomor 7 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” baca Anwar Usman.

Bunyi Pasal 87 huruf a UU 7/2020: Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua

atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini;

Implikasi dari putusan tersebut, maka Anwar Usman dan Wakil Ketua MK Aswanto harus berhenti dari jabatannya tersebut. Meski demikian, keduanya tetap sebagai hakim konstitusi hingga habis masa jabatannya.

 

Masa jabatan hakim MK disebutkan merupakan hak pembentuk undang-undang yakni pemerintah dan DPR. Dalam UU 7/2020 diatur jabatan hakim konstitusi tanpa periodisasi selama 15 tahun dan/atau pensiun di usia 70.

Berdasarkan putusan tersebut maka resmi ditetapkan masa jabatan Anwas Usman sebagai hakim konstitusi berakhir sampai 6 April 2026 sedangkan Aswanto sampai 21 Maret 2029.

Dalam pembacaan putusan tersebut, Hakim MK Enny Nurbaningsih yang membacakan bagian pertimbangan mahkamah mengatakan agar tak menimbulkan persoalan/dampak administratif atas putusan a quo, Ketua dan Wakil Ketua MK tetap menjabat hingga terpilih penjabat yang baru.

“Oleh karena itu, dalam waktu paling ama 9 bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi,” baca Enny.

Dalam putusan tersebut, dari sembilan hakim MK ada alasan berbeda (concuring opinion) dan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Dua hakim yang memiliki concuring opinion serta dissenting opinion sama adalah Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul. Hakim konstitusi Wahidudin Adams memiliki pendapat berbeda, dan hakim konstitusi Saldi Isra memiliki alasan berbeda.

Kemudian alasan dan pendapat berbeda disampaikan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Dan, ada alasan berbeda dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.

Terakhir, Anwar Usman kemudian menyampaikan pendapat berbedanya dalam putusannya tersebut.

“Norma di dalam suatu pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu sistem yang saling melengkapi satu sama lain. Tidak boleh di dalam pembentukan sebuah undang-undang ada norma yang justru menegasikan norma lainnya.

Jika hal tersebut terjadi,maka dapat disimpulkan bahwa penyusunan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut keluar atau tidak sesuai dengan kaidah pembentukan perundang-undangan yang baik,” tutur Anwar.

Terkait putusan tersebut berhasil menarik perhatian netizen yang sebut jika ketetapan lengser Anwas tahun 2026 seolah tidak berarti bahkan beberapa netizen bersikukuh untuk lebih dipercepat proses mundur Anwas dari posisi hakim konstitusi.


Twitter @CNNIndonesia
Dilansir dari Twitter @CNNIndonesia dirangkum beberapa komentar netizen terkait berita putusan MK soal kedudukan Anwas Usman

Komentar dari @mujiza_t “mundur dari hakim MK pak… bukan Cuma mundur dari ketua. Bukann…”

@mufadhil “bukan ketua saja.. status hakim MK nya juga harus mundur, kalau masih jadi hakim tetap saja tidak netral putusannya, jangan bodoh bodohi rakyatlah…”

@200Tgk “harus mundur dari kursi MK, bukan hanya mundur dari ketuanya.”

@arlandwilman “klo mundurnya 2026 smk jg boong. Etikanya hrsnya dia mundur begitu resmi jd ipar presiden spy gk ada conflict of interest.” Dan masih banyak komentar lainnya.

Permohonan uji materi ini dilakukan Priyanto, warga Muara Karang, Pluit yang teregister nomor 96/PUU-XVIII/2020. Menurut pemohon ketentuan pada Pasal 87 huruf a UU 7/2020 itu bersimpangan atau tak selaras dengan pasal 4 ayat 3 UU 7/2020.

Pemohon menilai pasal yang diujikan itu menimbulkan multitafsir, bahkan penyelundupan norma hukum secara samar dan terselubung.

Sumber Berita / Artikel Asli : terkini.

Berikan Komentar Anda

comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here