Juru Bicara FPI Sebut PA 212 Tak Tertarik dengan Politik Nasi Goreng dan Nasi Uduk hingga Bagi Kursi

517

Juru bicara (Jubir) Front Pembela Islam (FPI)Munarman beberkan posisi Presidium Alumni (PA) 212 kejelasan gerakan setelah pertemuan Gondangdia dan Teuku Umar.

Munarman menegaskan PA 212 tak berpihak pada Gondangdia maupun dengan Teuku Umar.

Hal itu Munarman ungkapkan melalui acara ‘Indonesia Lawyers Club (ILC)’ unggahan kanal Youtube Indonesia Lawyers Club pada Selasa, (30/7/2019).

Gondangdia disebut sebagai istilah untuk menunjukkan pertemua antara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.

Sedangkan, Teuku Umur disebut sebagai istilah untuk menunjukkan pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri.

Munarman mengaku pihaknya tidak tertarik dengan Teuku Umar yang disebut dengan ‘politik nasi goreng’.

Namun, Munarman juga mengatakan, pihaknya tak tertarik pada Gondangdia yang disebut sebagai ‘politik nasi uduk’.

“Jadi karena itu, kita tidak terlalu tertarik dengan ‘politik nasi goreng’ ataupun ‘nasi uduk’.”

“Sebetulnya, karena di Gondangdia itu terkenal dengan nasi uduk Bang Karni, di bawah rel kereta,” terang Munarman.

Munarman menegaskan, gerakan 212 bukan gerakan yang mengidolakan satu di antara pihak politik.

“212 itu bukan merupakan gerakan politik fans club, bukan mengidolakan seseorang, bukan mengidolakan seseorang, bukan menokohkan seseorang, tapi lebih ke menawarkan agenda,” tegasnya.

Sehingga, jubir FPI tersebut secara tegas tidak ingin melakukan politik bagi-bagi kursi.

“Yang kedua, gerakan 212 memang sejak awal tidak ingin terlibat dalam bagi-bagi kursinya, karena apa, karena yang kita perjuangkan sejak awal adalah aspek keadilan sosial bagi seluruh Indonesia,” tutur Munarman.

Lantas, hal itulah yang menyebabkan PA 212 tidak terlalu khawatir soal pertemuan Gondangdia maupun Teuku Umar.

“Sehingga kita tidak terlalu pusing dengan aktor-aktor politiknya dan kita tidak terlalu pusing dengan peristiwa-peristiwanya.”

“Jadi kita konsen ke agenda-agenda apa untuk memperbaiki bangsa ini ke depan,” kata Munarman.

Lihat videonya mulai menit ke-3:50:

 

Sementara itu, satu di antara Presidium Alumni (PA) 212, Haikal Hassan beberkan posisi kelompoknya di pemerintahan setelah pertemuan Gondangdia dan Teuku Umar.

Menurut Haikal Hassan, PA 212 yang diisi oleh banyak ulama akan tetap menjadi oposisi pemerintah.

“Ulama itu pasti oposisi, jika tidak oposisi maka berhenti jadi ulama,” tegas Haikal Hassan.

Haikal Hassan mengatakan, hal itu seperti yang dilakukan oleh para Nabi.

Nabi selalu dianggap menjadi oposisi dari penguasa.

“Mari kita lihat sejarah, Ibrahim oposisi pada Namrud, Nabi Musa oposisi pada Fir’aun, nabi yang tidak oposisi sekaligus raja dia adalah Daud dan Sulaiman,” jelas Haikal Hassan.

“Nabi Isa itu oposisi terhadap Yudas dan semuanya, Nabi Muhammad lengkap, selama 13 tahun oposisi Abu Lahab, Abu Jahal, Abu Sofyan,” terangnya.

“Tapi Abu Janda belum ada di jaman itu,” tambah Haikal Hassan menggoda pegiat media sosial Abu Janda yang turut datang pada acara ILC.

Nabi Muhammad tidak menjadi oposisi saat dirinya menjadi pemimpin di masanya.

“10 tahun kemudian tidak oposisi karena beliau adalah sebagai raja sebagai Jenderal sebagai pemimpin,” tutur Haikal Hassan.

Maka ditarik kesimpulan bahwa, PA 212 akan tetap berposisi sebagai oposisi di pemerintahan.

“Maka jawaban hari ini adalah Gondangdia atau Teuku Umar jawabannya PA 212 di mana ? Di mana ulama berada,” ungkapnya.

tribunnews

Berikan Komentar Anda

comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here