Istana: Kalau Dikit-dikit Klaim Ganti Rugi, Berat Negara Menanggungnya

533

JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menolak jika pemerintah diminta untuk ikut bertanggung jawab dalam ganti rugi pemadaman listrik massal di sebagian besar wilayah Jawa dan Bali.

Ia menilai, anggaran negara akan terbebani jika pemerintah ikut membayar ganti rugi.

“Kalau dikit-dikit nanti publik klaim, dikit-dikit publik klaim, nanti berat negara menanggugnya,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Moeldoko menilai, PLN-lah yang bertanggung jawab memberikan ganti rugi kepada jutaan warga yang listriknya padam.

Namun, untuk sumber dananya, Moeldoko menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan plat merah itu.

Moeldoko khawatir jika pemerintah ikut memberikan ganti rugi, hal itu akan menjadi preseden ke depan.

Jika ada pelayanan publik yang terkendala, dikhawatirkan pemerintah langsung dituntut ganti rugi oleh warga.

“Karena banyak hal yang bisa mempengaruhi fungsi sesuatu, contoh kereta api bisa pengaruhnya bisa dari berbagai hal,” kata dia.

Moeldoko mengatakan, tugas pemerintah yang paling utama saat ini yakni memastikan BUMN berbenah pasca-pemadaman listrik massal. Jangan sampai, kata dia, kejadian serupa terulang.

“Nah yang paling penting sebenarnya adalah bagaimana cara memitigasi tadi, ini risikonya akan terjadi ini, bagaimana cara mengatasinya, sehingga setiap kejdian bisa mendapatkan solusi,” kata mantan Panglima TNI ini.

Peristiwa blackout atau listrik padam serentak di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, Minggu (4/8/2019) menyebabkan PT PLN merugi hingga Rp 839,88 miliar.

Kerugian itu akibat kompensasi yang harus dibayarkan PLN terhadap 21,9 juta pelanggan yang terdampak gangguan.

Untuk menutup kerugian itu, ada wacana penghematan di internal PLN. Penghematan itu berupa pemotongan gaji karyawan dan direksi.

Langkah ini dipilih karena PLN tidak mungkin mengandalkan kucuran dana APBN dari pemerintah untuk mengatasinya. Hal ini dikatakan Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan.

“Enak saja kalau dari APBN ditangkap, enggak boleh. Makanya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi,” kata Djoko seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (6/8/2019).

Namun, pengamat energi dari Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai, blackout terjadi tidak hanya karena kesalahan teknis pegawai PLN di lapangan, tetapi juga kebijakan pemerintah.

Secara singkat, Marwan memaparkan, blackout terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah, mulai dari larangan menaikkan tarif listrik dan mewajibkan PLN untuk menerima pasokan listrik swasta dengan skema take or pay.

Kebijakan ini kemudian melahirkan beban bagi PLN karena tidak diimbangi dengan subsidi yang memadai.

Oleh karena itu, Marwan menilai bukan hanya karyawan yang semestinya menjadi tumbal tunggal atas kerugian yang terjadi.

Manajemen PLN dan pemerintah pantas untuk turut bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.

“Saya tidak setuju jika itu hanya ditanggung oleh (karyawan) PLN. Yang punya kebijakan (manajemen) dan kekuasaan (pemerintah) itu harus juga ikut tanggung jawab, begitu, supaya adil saja,” ujar dia., KOMPAS.com

Berikan Komentar Anda

comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here