JAKARTA – Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibukota, dianggap tidak murni sebagai sebuah kebutuhan dan keharusan.
Sebaliknya, pemindahan ibukota dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara itu penuh dengan kepentingan politik dan bisnis.
Demikian disampaikan pengamat politik Ujang Komarudin dikutip PojokSatu.id dari JPNN.com, Selasa (27/8/2019).
Setidaknya, ada sejumlah indikasi yang disebutnya menjadi alasan Ujang.
Indikasi tersebut, katanya, mengacu pada besarnya aset yang bakal ditukar guling ketika nantinya ibukota dipindah.
Belum lagi terkait pembangunan di lahan baru nantinya yang menghabiskan biaya tidak sedikit.
“Aroma politisnya berindikasi ke Pilpres 2024 dan aroma bisnis penguasaan tanah di ibukota baru oleh pengusaha-pengusaha kakap,” katanya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini juga tidak yakin ibukota pindah bakal membawa kesejahteraan untuk rakyat.
“Itu murni kepentingan elite politik dan pengusaha-pengusaha besar,” tuturnya pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia ini.
Yang jelas, di ibukota baru, harga tanah langsung mengalami kenaikan tajam.
“Dengan ibukota baru, harga tanah naik, mana mungkin rakyat biasa bisa beli tanah. Untuk makan pun susah,” pungkas Ujang.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil memastikan bahwa tak ada lahan yang dimiliki Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo di Kalimantan Timur.
Pernyataan Sofyan itu berbeda dengan yang disampaikan Jurubicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak.
“Sepanjang saya tahu tak ada nama tersebut (Prabowo dan Hashim) di dalam kepemilikan tanah (di lokasi Ibukota baru),” kata Sofyan Djalil kepada wartawan di Gedung Kemeterian ATR/BPN, Jakarta Selatan, Selasa (27/8/2019).
Akan tetapi, Sofyan mengakui di lokasi Ibukota baru memang banyak terdapat Hutan Taman Industri (HTI).
Tapi, HTI itu dipastikan pihaknya tidak dimiliki Prabowo maupun Hashim.
“Ada HTI yang kena, tapi bukan miliknya (Prabowo dan Hashim),” lanjutnya.
Sofyan juga membantah bahwa pemindahan ibukota itu akan memberikan keuntungan kepada para pemegang hak lahan.
Di sisi lain, Sofyan juga tidak bisa memastikan siapa pemilik HTI yang terkena pembangunan ibukota baru.
Saat ini, pihaknya masih mengidentifikasi kepemilikan terhadap lahan-lahan tersebut.
“Belum bisa umumkan detail (pemiliknya) karena sedang diidentifikasi. Kalau sudah selesai kita akan tahu semuanya,” bebernya.
Hanya saja, ia memastikan bahwa 90 persen dari total 180 lahan untuk lokasi ibukota baru itu adalah milik negara.