Harga Rokok Rp70 Ribu Baru Bisa Bikin Kapok Orang Merokok

760

Jakarta – Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 23% pada 2020 dengan harga jual eceran diperkirakan naik sebesar 35% dianggap masih rendah. Untuk menurunkan konsumsi rokok yang selama ini menyasar anak-anak dan masyarakat berpenghasilan rendah belum akan efektif.

Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Ahsan, mengatakan, kenaikan cukai 23% dan JHE sebesar 35% adalah rata-rata di antara semua jenis hasil tembakau. Ia menganggap itu harusnya kenaikan minimal terutama untuk rokok-rokok populer. Beberapa jenis hasil tembakai yang populer contohnya, Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT).

“Maka perhatian perlu difokuskan pada jenis rokok mana yang tarif cukainya naik paling tinggi. Kami sebenarnya mengharapkan agar angka 23% kenaikan tarif cukai dan angka 35% kenaikan HJE (harga jual eceran) merupakan kenaikan minimal untuk semua jenis rokok,” kata Abdillah Ahsan kepada CNBC Indonesia, Senin (16/9/2019).

 

Selama ini, masyarakat banyak mengonsumsi produk rokok SKM golongan 1 di mana harga per bungkus berkisar Rp5.000-25.000. Harga ini, kata Ahsan, masih jauh lebih rendah untuk harga yang dianggap dapat menurunkan konsumsi atau menghentikan kebiasaan merokok.

“Survey dari PKJS (Pusat Kajian Jaminan Sosial) UI menunjukkan bahwa harga yang dapat menurunkan konsumsi rokok adalah Rp 60-70 ribu per bungkus,” katanya. Kajian sebelumnya beberapa tahun lalu harga efektif meredam konsumsi rokok adalah Rp50 ribu per bungkus.

Ia memperkirakan, jika memakai tarif 23%, maka harga tertinggi rokok per bungkus akan menjadi Rp 35 ribu per bungkus, artinya masih belum mencapai harga ideal untuk menghentikan minat merokok.

Untuk menghentikan konsumsi rokok di kalangan anak-anak dan masyarakat berpenghasilan rendah, maka pemerintah, kata Ahsan, harus menaikkan tarif cukai dan harga eceran SKM 1 lebih tinggi dibanding jenis hasil tembakau lainnya.

Ahsan menjelaskan, dengan naiknya tarif cukai dan penerimaan cukai maka dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang diterima pemerintah daerah pun akan meningkat.

“Tidak hanya DBHCHT, namun pajak rokok di mana tarifnya 10% dari tarif cukai, yang diterima daerah akan meningkat,” kata Ahsan.

“Peningkatan dana yang diterima daerah ini bisa digunakan untuk membantu petani tembakau dan buruh rokok guna mendapatkan penghidupan yang lebih baik di sektor selain tembakau dan rokok,” katanya. (hoi/hoi) CNBC Indonesia

Berikan Komentar Anda

comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here