Jakarta – Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 menjadi alasan razia buku kiri oleh Brigade Muslim Indonesia (BMI) di Makassar. Buku Romo Franz Magnis-Suseno menjadi sebagian yang dirazia. Magnis menyatakan bukunya tak bertentangan dengan TAP MPRS itu.
“Buku-buku saya sama sekali tidak bertentangan dengan TAP itu. Membicarakan secara kritis suatu teori itu tidak sama dengan menyebarkan teori itu,” kata Magnis kepada detikcom, Selasa (6/8/2019).
TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu tentang ‘Pembubaran Partai Komunis Indonesia. Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/ Marxisme-Leninisme’. Magnis menyatakan TAP MPRS itu tetap bisa dipertahankan.
“Nah, TAP itu persis melarang penyebaran ajaran,” kata Magnis.
Namun buku Magnis bukanlah penyebaran ajaran ideologi itu, melainkan mengkajinya secara kritis. Bahkan Magnis menyimpulkan Marxisme dan Komunisme sebagai paham yang gagal. Tak perlu lagi ada ketakutan terhadap paham itu di era saat ini.
“Saya kira kita harus lama-lama lepas dari fobia kekanak-kanakan terhadap komunisme yang menjadi masalah Abad-20. Sekarang kita di Abad-21 berhadapan dengan masalah yang sangat lain. Tidak ada satu kekuatan apapun di dunia yang masih menyebarkan Marxisme, karena Marxisme adalah suatu teori yang konyol,” tutur penyabet gelar Doktor lulusan Universitas München dengan tesis pemikiran Marx muda ini.
Magnis memaklumi, masyarakat Indonesia punya trauma sejarah terhadap komunisme. Namun di zaman moderen ini, masyarakat Indonesia dinilainya perlu menjadi lebih dewasa, melihat ideologi itu secara rasional lewat kritik logis, bukan fobia kekanak-kanakan.
“Sebenarnya itu (razia buku) hanya karena orang-orang kita masih memiliki trauma dari zaman Pak Harto, yang tentu mereka juga tidak ingin bahwa masalah pembunuhan yang terjadi kemudian masih diangkat. Itu bisa dimengerti. Tetapi lama-lama kita harus menjadi dewasa dalam hal seperti itu,” kata Magnis.
Secara umum, dia tidak setuju dengan aksi razia terhadap buku-buku kiri, apalagi menyita buku, baik yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan maupun aparat penegak hukum. Namun razia bisa dilakukan, menurutnya, bila buku yang menjadi sasaran jelas mengandung unsur penyebaran ajaran komunis. Buku Magnis tidak demikian, dia mempersilakan semua orang untuk membacanya.
“Menurut saya sangat tidak masuk akal dan sangat tidak diizinkan suatu sitaan terhadap buku-buku, kecuali buku itu jelas menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia,” tutur Magnis.
Polisi telah menyatakan razia di Makassar pada toko buku Gramedia pada Sabtu (3/8) kemarin itu tidak disertai penyitaan. Ketua BMI Muhammad Zulkifli menilai buku karya Magnis menyebarkan ajaran Karl Marx, meski dia menarik penilaian itu bukan berdasarkan pembacaannya terhadap keseluruhan isi buku namun terhadap sinopsisinya saja. Soalnya, buku itu sendiri disegel.
Berikut adalah bunyi TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 yang diteken Ketua MPRS AH Nasution pada 5 Juli 1966 ini:
Menetapkan:
Ketetapan tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyatan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Pasal 1
Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasinya yang seazas/berlindung/ bernaung dibawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/S/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS.
Pasal 2
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut dilarang.
Pasal 3
Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.
Pasal 4
Ketentuan-ketentuan di atas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.