DPR Minta Presiden ‘Copot’ Direktur Pascasarjana dan Rektor UIN Yogya

717

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII, Sodik Mudjahid menuturkan, sebagai lembaga akademisi dan lembaga ilmiah, seharusnya UIN Sunan Kalijaga mampu memahami dengan cermat dinamika yang sedang berkembang di masyarakat Indonesia. Terutama dalam hal perilaku seks dan pernikahan.

“Kita selama ini mengakui dan menjunjung tinggi kebebasan ilmiah dan kebebasan akademis, di Perguruan Tinggi yang dijamin Undang-undang untuk mengkaji secara ilmiah semua aspek alam dan bidang kehidupan umat manusia,” kata Sodik di Jakarta, Rabu (4/9).

Namun, dia menilai, UIN Sunan kalijaga justru melakukan kegiatan ilmiah yang menambah maraknya budaya seks bebas yang bertentangan dengan nilai Pancasila serta menambah keresahan, kekhawatiran dan ketakutan orangtua atau masyarakat akan budaya seks bebas diluar nikah.

“Kebodohan dan kegagalan pimpinan UIN Sunan kalijaga, dalam memahami dinamika perilaku seks bebas yang bertentangan dengan Pancasila serta nilai agama dan budaya rakyat Indonesia, tidak kalah bahayanya dengan kegagalan dalam memahami faham radikalisme yang dicurigai berkembang di kampus-kampus dan komunitas lainnya,” ujarnya.

Menurut Shodik, Rektor, Direktur Pascasarjana dan promotor yang cerdas dan peka, UIN Sunan Kalijaga harusnya melakukan kegiatan ilmiah untuk mencegah budaya seks bebas dan menghapuskan kekhawatiran orangtua dan masyarakat. “Atas dasar kebodohan dan kegagalan tersebut, maka Presiden melalui Menteri Agama, diminta mencopot Direktur Pascasarjana dan Rektor UIN Sunan Kalijaga, dan menggantinya dengan guru besar,” kata Shodik.

Guru besar tersebut bukan hanya kredibel dari sisi akedemis, tapi juga mempunyai kepekaan sosial dan komitmen yang tinggi kepada Pancasila dan moral bangsa Indonesia. Shodik menjelaskan, dinamika masyarakat Indonesia, dalam perilaku dan hubungan seks yang saat ini berkembang dengan sangat pesat ada tiga hal.

Pertama, perilaku seks bebas diluar nikah, yang dilakukan kaum remaja sampe kaum lansia, bahkan beberapa pelakunya, melakukan perekaman adegan tersebut. Hal ini sangat bertentangan dengan nilai Pancasila.

“Kedua, keresahan, keprihatinan, bahkan ketakutan para orangtua, pendidik, tokoh agama, tokoh masyarakat bahkan para aparat keamanan dan aparat hukum, atas dinamika seks bebas di sebagian masyarakat Indonesia yang mengarah kepada kebebesan seks di masyarakat barat,” katanya.

Ketiga, kerja keras dan usaha tanpa lelah dari para orang tua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat bahkan aparat hukum dan keamanan untuk mencegah berkembangnya dimamika seks bebas. Dimana hal itu bertentangan dengan nilai Pancasila, yakni bertentangan dengan agama dan budaya masyarakat Indonesia, dan akan menghancurkan moral dan lembaga rumah tangga masyarakat Indonesia.

“Kami menyampaikan apresiasi kepada MUI atas penjelasan dan pernyataan sikapnya, serta mengajak para akedemisi, para ulama, para tokoh agama, para tokoh masyarakat, pemerintah, legislator dan aparat penegak hukum, untuk memberikan penjelasan, pendidikan, pembinaan, regulasi, kebijakan, dan langkah langkah yang tepat dalam pembinaan perilaku seksual dan pernikahan di kalangan masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Pimpinan Fraksi Gerindra ini menilai, Rektor, Direktur Pascasarjana dan promotor dari Abdul Aziz telah melakukan kebodohan emotional, spiritual dan Quotient (ESQ). Sehigga UIN Sunan Kalijaga, sebagai lembaga akademisi, lembaga ilmiah dan lembaga agama Islam, gagal memahami tiga dinamika dan kekhawatiran masyarakat tersebut.

Mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Jogja, Abdul Aziz, mengajukan konsep Milk Al Yamin yang digagas Muhammad Syahrur dalam ujian terbuka disertasi berjudul Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital di UIN Sunan Kalijaga, Rabu (28/8). Aziz mengemukakan pendapat yang menyatakan seks di luar nikah dalam batasan tertentu tak melanggar syariat.

Konsel Milk Al Yamin diklaim dapat digunakan sebagai pemantik munculnya hukum Islam baru yang melindungi hak asasi manusia dalam hubungan seks di luar nikah atau nonmarital secara konsensual. Aziz mengatakan ulama seperti Imam asy Syafii dan Imam at Tabari memahami Milk Al Yamin sebagai hubungan seksual nonmarital dengan budak perempuan melalui akad milik.

Kemudian Muhammad Syahrur yang lebih progresif menemukan 15 ayat Alquran tentang Milk Al Yamin yang masih eksis hingga kini. Dia melakukan penelitian dengan pendekatan hermeneutika hukum dari aspek filologi dengan prinsip antisinonimitas.

Hasilnya, Milk Al Yamin, prinsip kepemilikan budak di masa awal Islam, tidak lagi berarti keabsahan hubungan seksual dengan budak. Dalam konteks modern, hal itu telah bergeser menjadi keabsahan memiliki partner seksual di luar nikah yang tidak bertujuan untuk membangun keluarga atau memiliki keturunan.

Konsep tersebut saat ini biasa disebut menikah kontrak dan samen leven atau hidup bersama dalam satu atap tanpa ikatan pernikahan. Namun, Aziz menjelaskan, dalam konsep Milk Al Yamin, Muhammad Syahrur tidak semata-mata membenarkan seks bebas.

“Ada berbagai batasan atau larangan dalam hubungan seks nonmarital, yaitu dengan yang memiliki hubungan darah, pesta seks, mempertontonkan kegiatan seks di depan umum, dan homoseksual,” kata Aziz. (*/Dry) indonesiainside

Berikan Komentar Anda

comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here