Jakarta — Bank Dunia memprediksi perekonomian Indonesia akan menderita. Kondisi ini seiring dengan perlambatan ekonomi global yang dipicu perang dagang.
Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus tergerus. Pertumbuhan PDB Indonesia akan menurun akibat lemahnya produktivitas dan pertumbuhan tenaga kerja yang melambat.
Perlambatan ekonomi global, kemungkinan resesi ekonomi AS, ditambah pelemahan ekonomi Eropa dan China, dianggap akan memicu arus keluar modal (capital outflow) yang lebih besar. Efeknya akan menjalar kepada kenaikan suku bunga acuan Indonesia dan semakin dalamnya depresiasi rupiah.
“Indonesia akan menderita karena modal portofolio untuk membiayai defisit neraca berjalan (CAD),” tulis Bank Dunia dalam riset bertajuk “Global Economic Risks and Implications for Indonesia” dikutip, Kamis (5/9).
Indonesia tecatat masih mengalami defisit neraca transaksi berjalan (CAD). Kuartal II-2019 lalu, CAD Indonesia mencapai US$ 8,4 miliar atau 3% dari PDB. Defisit ini naik dari US$ 7 miliar atau 2,6% dari PDB pada kuartal pertama.
Bank Dunia mengatakan, agar bisa keluar dari tekanan, solusinya bukan mengurangi CAD, tapi dengan meningkatkan penanaman investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI).
“Mengalihkan modal untuk membiayai pertumbuhan investasi yang tinggi bukanlah masalah, masalahnya adalah bahwa Indonesia membiayai CAD dengan modal yang mudah berubah dari investor portofolio,” imbuh laporan itu.
Solusinya, lanjut Bank Dunia, adalah dengan membiayai CAD dengan modal stabil dari investor FDI yang berorientasi ekspor. Sehingga bisa menciptakan lapangan kerja dan tidak dapat dengan mudah meengundang investor dari berbagai negara.
Namun, nelangsa bagi Indonesia, arus masuk FDI justru kecil. Dalam lima tahun terakhir, Bank Dunia mencatat, rata-rata arus masuk FDI ke Indonesia hanya 1,9% terhadap PDB. Level ini jauh di bawah Kamboja yang 11,8% dari PDB, Vietnam 5,9%, Malaysia 3,5%, dan Thailand 2,6% terhadap PDB. (*/Dry)indonesiainside.
