JAKARTA- Sekjen Komite Pemberantasan Mafia Hukum, Husin Alwi menilai, pernyataan dari Stafsus Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), Teuku Taufiqulhadi yang seolah membela Rocky Gerung, sama saja telah menghina Presiden Jokowi terkait sertifikat tanah. Husin Alwi meminta agar Presiden Jokowi mengevaluasi Kementerian ATR/BPN.
“Pernyataan Stafsus Menteri ATR-BPN ini berbahaya. Sama saja menghina Jokowi yang bagi-bagi sertifikat. Ijin pak Jokowi, ATR BPN perlu dirombak total. Saya curiga disitu tempat koruptor mangkrak,” kata Husin Alwi dikutip akun Twitter-nya Senin (13/9/2021).
Husin Alwi menjelaskan bahwa sertifikat tanah adalah bentuk legalitas formal yang tidak bisa terbantahkan oleh siapapun, dan itu adalah satu-satunya cara negara memberikan satu kepastian bagi seluruh hak milik dan jenis hak lain atas tanah.
“Jika penguasaan fisik sebagai mana yang diucapkan oleh Stafsus Menteri ATR-BPN itu bisa dijadikan pembenaran secara hukum” ucap Husin Alwi.
Dia menjelaskan bahwa penguasaan fisik tanah tanpa memperhatikan kepastian hukum (sertifikat), nakan menjadi sangat berbahaya bagi hak hak kepemilikan orang atas tanah.
Karena, lanjut dia, sangat bisa seseorang dengan dimotivasi oleh niat jahat, merampas hak orang lain dengan prinsip “yang penting menguasai fisik terlebih dahulu, urusan legalitas belakangan.”
“Pernyataan pejabat ATR- BPN yang menyatakan penguasaan fisik lebih penting dari sertifikat hak sangat berbahaya dan provokatif, akan memotivasi para mafia mafia atau penjahat penjahat tanah merampas hak hak orang atas tanah,” ungkapnya.
“Saya berharap pak Jokowi bisa mempertimbangkan ini. Saya menduga kuat dengan adanya beberapa kasus sengketa tanah karena pejabatnya kayak gini. Hukum di negeri ini dibuat lemah dan bisa dicari celahnya untuk memberikan hak kepemilikan atas tanah kepada yang tidak berhak! Negara harus hadir,” pungkasnya.
Sebelumnya, Stafsus Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), Teuku Taufiqulhadi menyebut ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam aturan main soal kepemilikan tanah.
Pertama, mengantongi bukti kepemilikan berupa surat atau sertifikat tanah. Kedua, penguasaan secara fisik. Namun yang paling penting dari kedua aturan utu adalah penguasaan fisik.
“Yang paling penting penguasaan secara fisik. Tidak ada gunanya memiliki sertifikat jika tidak menguasai secara fisik. Jika bertahun-tahun tidak menguasai secara fisik dan justru dikuasai pihak lain, maka pemegang sertifikat harus hati-hati,” ujarnya dikutip CNNIndonesia.
Anak buah Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil itu memaparkan jika Sentul City mengklaim sebagai pemegang sertifikat hak guna bangunan (HGB), maka perusahaan harus meminta ke pengadilan untuk mengosongkan tanah sengketa.
“Kemudian, Pengadilan yang akan mengeksekusi dan tidak bisa dilakukan secara sepihak dengan mengerahkan Satpol PP atau preman.Tidak boleh bertindak sepihak. Jika memang ia merasa sebagai pemegang hak karena ada HGB, misalnya, ia harus meminta pengadilan untuk mengosongkannya,” katanya.
Sumber Berita / Artikel Asli : (fin/fajar).