Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Saat Soeharto ke Bosnia di Tengah Kecamuk Perang, Teken ‘Kontrak Mati’, Turun dari Pesawat Tanpa Rompi Antipeluru

Pada 1995, Soeharto berkunjung ke Sarajevo, Bosnia, di tengah kecamuk Perang Bosnia, turun dari pesawat tanpa helm tanpa rompi antipeluru (Soeharto.co)

Repelita Jakarta – Pada tahun 1995, Presiden Soeharto melakukan kunjungan bersejarah ke Sarajevo, Bosnia-Herzegovina, di tengah kecamuk Perang Bosnia yang masih berlangsung.

Kunjungan tersebut dilakukan setelah Soeharto menghadiri pertemuan di Zagreb, Kroasia, dan menyatakan keinginannya untuk melihat langsung kondisi Bosnia yang saat itu berada dalam situasi genting.

Rombongan kepresidenan, termasuk Menteri Sekretaris Negara Moerdiono dan Menteri Luar Negeri Ali Alatas, sempat terkejut dengan keputusan mendadak tersebut.

Sarajevo saat itu dikenal sebagai wilayah berbahaya, dikepung oleh pasukan Serbia yang menempatkan penembak jitu di berbagai titik strategis.

Jenderal Bernard Janvier, komandan pasukan PBB di Bosnia, bahkan melarang kunjungan tersebut karena tidak dapat menjamin keselamatan presiden.

Namun, Soeharto tetap bersikeras dan menandatangani kontrak mati yang menyatakan bahwa PBB tidak bertanggung jawab atas keselamatan rombongan Indonesia.

Dalam penerbangan dari Zagreb ke Sarajevo, Soeharto menolak mengenakan helm dan rompi antipeluru, meskipun seluruh penumpang pesawat telah memakainya.

Ajudan Soeharto, Sjafrie Sjamsoeddin, yang saat itu menjabat Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, berusaha membujuk sang presiden agar mengenakan perlindungan.

Namun, Soeharto justru meminta agar helm disimpan di museum Purna Bhakti dan rompi dibawa oleh Sjafrie.

Menjelang pendaratan, Sjafrie melihat senjata laras panjang kaliber 12,7 mm yang diarahkan ke pesawat mereka, senjata yang biasa digunakan untuk menjatuhkan pesawat.

Meski demikian, Soeharto tetap tenang saat turun dari pesawat, sikap yang menurut Sjafrie menular kepada seluruh rombongan.

Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah.

Setibanya di Sarajevo, Soeharto dijemput oleh pasukan PBB dan diangkut menggunakan panser VAB buatan Prancis.

Untuk mengelabui penembak jitu, Soeharto ditempatkan di panser ketujuh dalam arak-arakan kendaraan.

Dalam perjalanan, Soeharto sempat bertanya kepada Atase Pertahanan mengenai lokasi mereka, dan dijawab bahwa mereka berada di Sniper Valley.

Setelah bertemu Presiden Bosnia-Herzegovina Alija Izetbegovic, Sjafrie menanyakan alasan kunjungan tersebut kepada Soeharto.

Ya kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non-Blok, tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita tengok.

Sebagai bentuk solidaritas, Soeharto juga berinisiatif membangun masjid di Sarajevo sebagai hadiah untuk masyarakat Muslim Bosnia.

Ia menunjuk arsitek Fauzan Noe’man untuk mendesain Masjid Istiqlal Sarajevo, yang kemudian diresmikan pada September 2001 setelah sempat tertunda akibat lengsernya Soeharto pada Mei 1998.

Masjid tersebut memiliki banyak elemen khas Indonesia, seperti pintu dari kayu jati Jepara, mihrab hadiah dari B. J. Habibie dan Ibu Ainun, serta mushaf-mushaf yang dibawa langsung dari Indonesia.

Hingga kini, masjid tersebut masih digunakan sebagai tempat ibadah, pusat budaya Indonesia, dan lokasi pernikahan Islam di Sarajevo.

Kunjungan Soeharto ke Sarajevo menjadi salah satu momen paling berani dalam sejarah diplomasi Indonesia di era Orde Baru.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved