Repelita Al-Fashir – Menteri Kesejahteraan Sosial Sudan, Salma Ishaq, mengungkapkan bahwa ratusan perempuan menjadi korban kekejaman pasukan Rapid Support Forces (RSF) setelah kota Al-Fashir jatuh ke tangan kelompok tersebut pada pekan lalu.
Menurut laporan yang diterima kementeriannya, sedikitnya 300 perempuan dibunuh oleh RSF dalam dua hari pertama serangan ke Al-Fashir.
Salma Ishaq juga menyatakan bahwa perempuan di kota tersebut mengalami pelecehan seksual, kekerasan fisik, dan penyiksaan yang sistematis.
Ia memperingatkan bahwa penduduk yang mencoba melarikan diri ke Tawila, kota berjarak sekitar 50 kilometer dari Al-Fashir, juga berada dalam bahaya besar.
Menurutnya, jalan antara Al-Fashir dan Tawila telah berubah menjadi jalur kematian karena penyergapan dan serangan terhadap warga sipil yang mengungsi.
Ishaq menyebut bahwa masih banyak keluarga di Al-Fashir yang diseret, dipermalukan, disiksa, dan menjadi korban kekerasan seksual oleh pasukan RSF.
Ia juga mengkritik keras sikap komunitas internasional yang dinilainya bungkam terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di Al-Fashir.
Salma Ishaq menegaskan bahwa apa yang terjadi di kota tersebut merupakan bentuk pembersihan etnis yang dilakukan secara sistematis dan melibatkan banyak pihak karena sikap diam mereka.
Sejak kota Al-Fashir direbut oleh RSF pada 26 Oktober, berbagai laporan pelanggaran hak asasi manusia terus bermunculan dari organisasi internasional.
RSF dituduh melakukan pembantaian terhadap warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, dalam skala besar.
Komandan RSF, Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti, pada 29 Oktober mengakui bahwa pasukannya melakukan pelanggaran di Al-Fashir dan berjanji akan menindak personel yang terlibat.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa lebih dari 62.000 orang telah mengungsi dari Al-Fashir sejak serangan berlangsung.
Namun, ribuan warga lainnya masih belum ditemukan dan banyak pengungsi dilaporkan dicegat oleh pasukan RSF saat mencoba keluar dari kota.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

