
Repelita Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah, menyatakan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia berpotensi menghapus wewenang dan keberadaan kelembagaan Komnas HAM secara menyeluruh.
Pernyataan tersebut disampaikan Anis melalui keterangan video yang diterima pada Jumat, 31 Oktober 2025, sebagai tanggapan atas draf daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Undang-Undang HAM yang tengah dibahas.
Anis menyebut terdapat 21 pasal krusial yang dinilai bermasalah dalam draf tersebut, di antaranya Pasal 1, Pasal 10, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 83, Pasal 85, Pasal 87, Pasal 100, Pasal 102 hingga 104, Pasal 109, dan Pasal 127.
Ia menilai bahwa pasal-pasal tersebut dapat dimaknai sebagai upaya sistematis untuk menghapus Komnas HAM dari struktur kelembagaan hak asasi manusia nasional.
Salah satu pasal yang dianggap mengerdilkan kewenangan Komnas HAM adalah Pasal 109, yang menghapus fungsi pendidikan, penelitian, pemantauan, penyidikan, dan mediasi dalam kasus dugaan pelanggaran HAM.
Anis menyatakan bahwa dalam pasal tersebut, Komnas HAM tidak lagi memiliki kewenangan untuk menerima dan menangani pengaduan, melakukan mediasi, serta menyelenggarakan pendidikan dan penyuluhan HAM, kecuali dalam konteks regulasi dan instrumen internasional.
Ia juga menyoroti Pasal 100 ayat 2 (b) yang mengatur bahwa Panitia Seleksi Anggota Komnas HAM ditetapkan oleh Presiden, bukan oleh Sidang Paripurna Komnas HAM seperti yang diatur dalam Undang-Undang sebelumnya.
Menurut Anis, ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip Paris Principle yang menekankan independensi lembaga HAM nasional dalam proses seleksi dan pengangkatan anggota.
Revisi tersebut juga memberikan kewenangan kepada Kementerian HAM untuk menangani pelanggaran HAM, yang dinilai tidak tepat karena kementerian merupakan bagian dari pemerintah yang sering kali menjadi pihak terlapor dalam kasus pelanggaran HAM.
Anis menyatakan bahwa Kementerian HAM sebagai pemangku kewajiban tidak seharusnya berperan sebagai penilai atau wasit dalam penanganan pelanggaran HAM yang melibatkan pemerintah sebagai pihak yang diadukan.
Dalam draf revisi tersebut, ruang kerja sama Komnas HAM dengan organisasi internasional juga dibatasi, yang berpotensi menghambat kolaborasi lintas yurisdiksi dalam merespons pelanggaran HAM.
Anis turut mengkritik Pasal 112 yang menyebut bahwa rekomendasi Komnas HAM bersifat mengikat bagi pemerintah, namun dinilai tidak relevan karena fungsi dan independensi lembaga telah dibatasi secara signifikan.
Ia menegaskan bahwa dengan kewenangan yang dipangkas, mustahil bagi Komnas HAM untuk menjalankan mandat dan mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam revisi Undang-Undang HAM.
Komnas HAM mendesak pemerintah untuk tidak memperlemah kelembagaan dan fungsi Komnas HAM dalam revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
Anis menekankan bahwa justru kewenangan Komnas HAM harus diperkuat agar mampu memberikan akses keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban pelanggaran HAM.
Hingga berita ini ditulis, Menteri dan Wakil Menteri HAM, Natalius Pigai dan Mugiyanto, belum memberikan tanggapan atas keberatan Komnas HAM terhadap sejumlah pasal dalam draf revisi tersebut.
Pesan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan WhatsApp kepada keduanya hanya menunjukkan status terkirim tanpa balasan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

