Repelita Surakarta - Sejumlah pertanda sebelum wafatnya Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Sinuhun Pakubuwono XIII, sempat dirasakan oleh para adik beliau. PB XIII meninggal dunia pada Minggu pagi, 2 November 2025, di Rumah Sakit Indriati, Sukoharjo, dalam usia 77 tahun setelah berjuang melawan komplikasi penyakit.
Gusti Neno, adik ke-27 dari PB XIII, mengisahkan bahwa sebuah pohon jambu mete tumbang di Pesanggrahan Langenharjo pada 31 Oktober 2025 saat hujan deras dan angin kencang. Pohon tersebut menimpa bangunan semi permanen di dekat pendopo, dan peristiwa itu memunculkan desas-desus sebagai isyarat duka bagi Keraton Solo.
Pesanggrahan Langenharjo, yang dibangun oleh Pakubuwono IX pada tahun 1870 sebagai tempat semedi, terletak di Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Sukoharjo. Lokasinya berada di tepi utara Sungai Bengawan Solo dan dikelilingi oleh pepohonan besar yang menambah kesan sakral kawasan tersebut.
Menurut Gusti Neno, fenomena alam di Pesanggrahan Langenharjo kerap dianggap sebagai perlambang atau sasmita. Ia menyebut bahwa kebenaran makna dari tanda-tanda tersebut bergantung pada keyakinan masing-masing individu yang menyaksikannya.
Sementara itu, adik kandung PB XIII lainnya, GKR Wandansari atau Gusti Moeng, mengaku menerima firasat halus menjelang wafatnya sang raja. Dalam bayangannya, ia melihat Sinuhun mengenakan baju koko putih seolah sedang bersiap untuk sebuah acara besar.
Gusti Moeng juga merasakan keresahan yang muncul dari perubahan cuaca beberapa hari sebelumnya. Ia menyebut bahwa angin kencang dari arah utara dan timur menjadi pertanda yang mengusik batinnya. Pada pagi hari Minggu, ia mendengar kabar bahwa Sinuhun telah wafat pukul 07.30 WIB.
Ia menuturkan bahwa dirinya tidak diizinkan menjenguk sang kakak selama masa perawatan. Menurutnya, kondisi kesehatan PB XIII sudah menurun sejak mengikuti prosesi adat Adang Tahun Dal pada 7 September 2025 di Pawon Gondorasan, di mana beliau tetap hadir meski dalam keadaan sakit.
Setelah prosesi tersebut, PB XIII menjalani perawatan intensif selama sekitar satu bulan. Ia sempat menjalani cuci darah, namun tubuhnya tidak kuat menahan proses tersebut dan mengalami kondisi kritis. Gusti Moeng menyebut bahwa Sinuhun telah menggunakan kursi roda selama enam tahun terakhir.
Jenazah PB XIII tiba di Keraton Surakarta sekitar pukul 10.45 WIB pada hari wafatnya. Rencananya, jenazah akan diarak menggunakan kereta kencana yang ditarik oleh delapan ekor kuda hingga Loji Gandrung, sebelum dilanjutkan dengan ambulans menuju Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul.
Kereta jenazah tersebut terakhir kali dipugar pada masa pemerintahan Pakubuwono X dan disimpan di Talangpaten. Setelah dimandikan, jenazah disemayamkan di Masjid Pujosono yang berada di belakang Sasana Sewaka. Pada Rabu, 5 November 2025, jenazah dijadwalkan diberangkatkan melalui Magangan dan melewati Alun-Alun Selatan.
KGPH Puger menyampaikan bahwa tidak ada prosesi adat khusus dalam pemakaman PB XIII. Tata cara pemakaman raja pada dasarnya serupa dengan masyarakat umum, hanya saja lokasi dan fasilitasnya berbeda. Raja memiliki masjid sendiri dan tempat khusus bernama Parasdya sebagai destinasi akhir.
Salah satu kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, menjelaskan bahwa kondisi PB XIII sempat membaik sebelum kembali memburuk pasca prosesi Adang Dal. Ia menyebut bahwa komplikasi penyakit, termasuk kadar gula darah yang tinggi, menjadi penyebab utama wafatnya sang raja.
Terkait pengganti PB XIII, pegiat sejarah R. Surojo menyebut dua kemungkinan besar: takhta bisa jatuh kepada adik kandung PB XIII atau kepada putra bungsunya, KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra, yang dikenal sebagai Gusti Purbaya. Ia telah dikukuhkan sebagai putra mahkota pada 27 Februari 2022 saat peringatan Jumenengan PB XIII ke-18.
Gusti Purbaya merupakan putra bungsu dari PB XIII dan GKR Pakubuwono atau KRAy Pradapaningsih. Namun, status permaisuri sempat dipersoalkan oleh sebagian keluarga keraton, yang berimbas pada keabsahan hak putra mahkota. Meski demikian, PB XIII secara resmi menetapkan Gusti Purbaya sebagai penerus takhta.
Gusti Purbaya memiliki beberapa kakak tiri, di antaranya GPH Mangkubumi, GKR Timur, GRAy Devi Lelyana Dewi, GRAy Ratih Widyasari, BRAy Sugih Oceani, dan GRAy Putri Purnaningrum. Persoalan suksesi ini menjadi bagian dari dinamika internal Keraton Surakarta yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

