Repelita Jakarta - Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, kembali menyoroti kasus keracunan massal yang terjadi akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah sekolah.
Dalam unggahannya di platform X pada Senin, 3 November 2025, Iman menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden tersebut dan menegaskan bahwa kejadian itu tidak bisa dianggap sebagai hal yang wajar.
Ia menyatakan bahwa keracunan massal akibat program pemerintah bukanlah peristiwa normal dan tidak seharusnya dinormalisasi dalam diskursus publik.
Menurutnya, jika insiden semacam ini terus terjadi dan dianggap biasa, maka masyarakat bisa mengalami kebal rasa terhadap dampak buruk dari kebijakan yang tidak tepat.
Iman mengungkapkan kekhawatirannya bahwa frekuensi kasus keracunan yang tinggi dapat membuat publik kehilangan sensitivitas terhadap keselamatan anak-anak di sekolah.
Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG agar tidak terus menimbulkan korban di kalangan pelajar.
Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) per 7 Oktober 2025 mencatat sebanyak 10.482 anak telah menjadi korban keracunan akibat konsumsi makanan dari program MBG.
Salah satu penyebab keracunan, menurut penjelasan Dadan dari pihak pelaksana MBG, adalah kondisi kesehatan anak yang sudah tidak stabil sebelum mengonsumsi makanan.
Ia menjelaskan bahwa dalam salah satu kasus, seorang anak yang sedang sakit memakan makanan MBG dan kemudian muntah, yang kemudian diikuti oleh teman-teman sekelasnya.
Dadan menegaskan bahwa makanan tersebut sebenarnya tidak bermasalah, namun kondisi tubuh anak yang sedang tidak sehat menjadi pemicu reaksi tersebut.
Meski demikian, Dadan tidak menampik bahwa terdapat kelalaian dari sejumlah petugas MBG di lapangan dalam proses penyajian makanan.
Ia mengakui bahwa ada petugas yang kurang cermat dalam mengamati dan memasukkan menu ke dalam tampan makanan, sehingga berpotensi menimbulkan masalah.
Dadan menyampaikan bahwa pihaknya menyadari setiap insiden pasti menimbulkan kekhawatiran dari orang tua dan rasa sakit bagi anak-anak yang terdampak.
Ia menegaskan bahwa tidak ada pihak yang menginginkan anak-anak bangsa mengalami sakit akibat program yang seharusnya bertujuan meningkatkan gizi. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

