
Repelita Jakarta - Media Inggris The Guardian melabeli Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai kota hantu atau ghost city, memicu respons dari berbagai pihak di dalam negeri.
Dalam laporannya, The Guardian menyebut bahwa setelah tiga tahun pembangunan IKN dipercepat pada masa Presiden ke-7 RI Joko Widodo, tahun ini terjadi perubahan signifikan.
Perubahan tersebut mencakup penurunan alokasi APBN untuk IKN, perlambatan progres konstruksi, serta jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang hanya sekitar 2.000 orang, jauh dari target jutaan penduduk pada 2030.
Juru Bicara Otorita IKN (OIKN) Troy Pantouw membantah narasi tersebut dan menyebut adanya kekeliruan dalam pemberitaan media asing tersebut.
Sebagai bentuk klarifikasi, OIKN memaparkan sejumlah capaian pembangunan IKN selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Capaian tersebut antara lain penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
OIKN menyatakan bahwa Perpres ini menjadi bukti komitmen Presiden Prabowo dalam melanjutkan dan mempercepat pembangunan IKN sebagai simbol kemajuan dan pemerataan pembangunan nasional.
Selain itu, Presiden Prabowo juga telah menetapkan Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang mengatur arah pembangunan nasional, termasuk percepatan pembangunan IKN.
Regulasi yang ditetapkan pada 30 Juni 2025 di Jakarta ini menargetkan Nusantara sebagai Ibu Kota Politik Indonesia pada 2028, dengan dukungan pemindahan ASN dan penyediaan infrastruktur yang memadai.
Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menilai bahwa label kota hantu terhadap IKN harus segera dijawab oleh OIKN melalui kinerja yang akseleratif dan pelaporan perkembangan secara berkala kepada publik.
Ia menyebut bahwa istilah kota hantu bersifat peyoratif dan menggambarkan masa depan yang suram, sehingga perlu dilawan dengan data dan kerja nyata.
Gus Khozin, sapaan akrab politisi PKB tersebut, juga menilai bahwa label dari media asing itu harus dijadikan bahan evaluasi bagi OIKN, terutama dalam hal komunikasi publik.
Ia menyoroti bahwa salah satu persoalan utama yang dihadapi OIKN adalah lemahnya tata kelola komunikasi publik yang berdampak pada persepsi negatif terhadap proyek IKN.
Khozin menegaskan bahwa setelah terbitnya Perpres Nomor 79 Tahun 2025, arah pembangunan IKN sebagai Ibu Kota Politik menjadi semakin jelas dan seharusnya menjadi pemicu peningkatan kinerja OIKN.
Ia menyatakan bahwa pesan politik dari Perpres tersebut menunjukkan komitmen Presiden Prabowo terhadap masa depan IKN dan harus dijadikan momentum untuk mempercepat pembangunan.
Menurutnya, pemberitaan negatif dari media asing dapat merusak citra IKN dan Indonesia secara umum jika tidak segera direspons dengan strategi komunikasi yang efektif.
Ia menambahkan bahwa ekosistem pembangunan IKN membutuhkan dukungan dari investor asing, sehingga citra positif yang berbasis pada kondisi nyata di lapangan harus terus dijaga.
Khozin menyarankan agar OIKN memperbaiki pola komunikasi publik sebagai salah satu langkah mitigasi terhadap pemberitaan yang bersifat pesimistis. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

