Repelita Jakarta - Pakar forensik digital Muhammad Nuh Al-Azhar menyampaikan keraguannya terhadap kompetensi Rismon Hasiholan Sianipar dalam bidang forensik digital.
Menurut Nuh, seorang ahli seharusnya memiliki keterikatan dengan komunitas atau asosiasi profesional yang diakui secara resmi, sebagai bentuk legitimasi dan kredibilitas keahlian.
Ia menyoroti bahwa Rismon tidak tercatat sebagai anggota Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI), yang menjadi wadah resmi bagi para praktisi forensik digital di Indonesia.
Salah satu analisis yang dipertanyakan oleh Nuh adalah keterlibatan Rismon dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
“Ngomong digital forensik. Anggap saja praktisi, ahli, atau apa pun. Ada komunitasnya, AFDI,” ujar Nuh dalam pernyataannya di Jakarta pada Sabtu, 1 November 2025.
Nuh menegaskan bahwa seluruh materi yang dipermasalahkan oleh Rismon dalam kasus tersebut telah dijelaskan secara terbuka di persidangan.
Ia menyebut bahwa perbedaan jumlah frame, tampilan hitam-putih, hingga aplikasi yang digunakan dalam analisis digital forensik sudah dibahas secara rinci di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Bahkan di PN Jakarta Pusat pada persidangan pertama, saya sudah datang diminta sama Majelis Hakim untuk konfrontasi dengan Rismon. Tapi begitu saya datang, Rismon tidak mau, alasannya ini sesi mereka,” ungkap Nuh.
Ia juga menyatakan tidak keberatan jika dilakukan pemeriksaan ulang terhadap materi digital forensik, karena yakin hasilnya akan tetap sama.
Namun, menurut Nuh, Rismon justru menolak pemeriksaan ulang dengan alasan membutuhkan waktu yang lama, meskipun sebelumnya ia sendiri yang meminta agar dilakukan pemeriksaan ulang.
Rismon Hasiholan Sianipar diketahui sebagai sosok yang aktif menyuarakan keraguan terhadap keaslian ijazah dan skripsi Presiden RI ke-7 Joko Widodo sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada.
Ia berpendapat bahwa penggunaan font Times New Roman pada lembar pengesahan dan sampul skripsi Jokowi tidak sesuai dengan era tahun 1980-an hingga 1990-an.
Klaim tersebut menimbulkan polemik di kalangan publik dan memicu perdebatan di media sosial.
Sebagian warganet menyangsikan validitas informasi yang disampaikan oleh Rismon, namun tidak sedikit pula yang percaya terhadap narasi yang ia bangun melalui pendekatan analisis forensik digital. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

