Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Herwin Sudikta Bongkar Logika Aneh di Balik Whoosh: Kalau Bukan Profit, Siapa yang Tanggung Rugi?

 Herwin Sudikta Kritik Proyek Whoosh, Sebut Klaim Manfaat Tidak Nyata dan Tiket Tak Terjangkau Rakyat

Repelita Jakarta - Pegiat media sosial Herwin Sudikta kembali menyoroti proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang sebelumnya disebut oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai investasi sosial dan bukan proyek berorientasi keuntungan.

Menurut Herwin, pernyataan tersebut justru membuka ruang pertanyaan serius mengenai transparansi dan tanggung jawab pengelolaan keuangan publik dalam proyek tersebut.

Ia menyampaikan bahwa “Profitum non est, politicum est. Yang dicari bukan profit, tapi citra politik,” merupakan kalimat yang menggambarkan arah kebijakan proyek yang lebih mengedepankan pencitraan daripada efisiensi ekonomi.

Herwin menilai bahwa pembelaan Jokowi terhadap Whoosh dengan alasan tidak merugikan negara karena tidak mengejar profit adalah pernyataan sederhana yang justru membongkar persoalan mendasar dalam struktur pembiayaan proyek.

Ia menjelaskan bahwa jika proyek seperti Whoosh memang tidak bertujuan mencari keuntungan, maka seharusnya dikategorikan sebagai Public Service Obligation (PSO) sebagaimana berlaku pada PLN dan Pertamina.

Namun, menurut Herwin, kenyataannya proyek Whoosh tidak pernah ditetapkan sebagai PSO, sehingga klaim tersebut menjadi tidak relevan secara administratif maupun fiskal.

Ia menambahkan bahwa sejak awal proyek ini merupakan kerja sama business to business antara BUMN Indonesia dan mitra dari Tiongkok, bukan proyek sosial yang dibiayai penuh oleh negara.

Herwin juga membandingkan dengan mekanisme PSO pada PLN dan Pertamina yang memang wajib melayani publik dengan tarif terjangkau, dan jika mengalami kerugian, negara menanggung melalui APBN.

Sementara itu, ia mempertanyakan siapa yang akan menanggung kerugian jika proyek Whoosh tidak menghasilkan keuntungan, mengingat Danantara sebagai pengelola juga menggunakan dana investasi yang bersumber dari APBN.

Herwin menyebut bahwa publik telah dibingungkan dengan klaim bahwa proyek tersebut tidak menggunakan dana negara, padahal secara tidak langsung tetap bersumber dari anggaran publik.

Ia juga mempertanyakan indikator keberhasilan proyek yang sejak awal tidak menargetkan profit, apakah diukur dari jumlah penumpang, dampak ekonomi, atau sekadar pencitraan politik.

Menurutnya, konsep investasi sosial seperti yang disampaikan Jokowi berpotensi menjadi pembenaran atas pemborosan dana publik yang dikemas sebagai prestasi pembangunan.

Herwin menegaskan bahwa dalam logika investasi, proyek yang tidak menghasilkan keuntungan namun menggunakan dana publik bukanlah pembangunan, melainkan pemborosan berskala tinggi.

Ia menutup pernyataannya dengan menyebut bahwa yang dicari bukanlah profit, melainkan pembenaran agar kerugian tetap bisa disebut prestasi dan pemborosan bisa diklaim sebagai visi. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved