Repelita Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, memberikan tanggapan atas insiden dugaan keracunan massal yang menimpa lebih dari 600 siswa dan guru di Kabupaten Gunungkidul.
Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu, 29 Oktober 2025, saat pelaksanaan kegiatan Masa Bimbingan Guru (MBG) yang melibatkan ribuan peserta.
Sri Sultan menyatakan bahwa penyebab pasti dari keracunan tersebut belum dapat dipastikan, namun ia menduga faktor teknis dalam pengolahan makanan bisa menjadi salah satu pemicu utama.
“Oh ya, saya enggak tahu penyebabnya apakah masaknya terlalu pagi atau malam, saya enggak tahu persis. Tapi selalu saya katakan kalau memang itu terlalu banyak di luar kemampuan yang masak, dimakan jam 8 atau 10 (pagi), khususnya sayur atau daging, ya memang yang makan itu orang banyak,” ujar Sri Sultan kepada awak media di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis, 30 Oktober 2025.
Ia menekankan pentingnya penyimpanan makanan secara tepat, terutama jika jumlah yang disiapkan sangat besar dan melibatkan banyak orang.
“Mestinya membutuhkan es batu atau freezer untuk menampung mungkin orang 40 – 50 itu berapa kilo, kan harus dipendingin. Kalau tidak dipendingin, lima jam saja sudah kebiru-biruan. Digoreng ya mesti mabuk, mesti mendem. Itu sudah logika, ndak usah ngumpulke dokter, wis ngerti,” jelasnya.
Selain itu, Sri Sultan menyoroti pentingnya pengawasan dari pelaksana kegiatan di lapangan, terutama dalam hal pengelolaan dapur dan distribusi makanan.
Menurutnya, pengawas yang tidak memiliki pengalaman di dapur berisiko besar menyebabkan kesalahan teknis yang berujung pada insiden seperti keracunan.
“Sekarang hanya masalahnya pelaksana di lapangan itu bapak-bapak atau ibu-ibu. Nek yang ngawasi bapak-bapak tidak pernah di dapur, ora ngerti. Biarpun dokter rung karuan neng dapur, kan enggak paham. Tapi kalau ibu-ibu mungkin lebih mengerti. Ya harus telaten untuk ngawasi itu saja,” tegas Ngarsa Dalem.
Ia kembali mengingatkan bahwa selama pengawasan terhadap pengolahan makanan tidak dilakukan secara teliti dan dengan pemahaman yang memadai, maka risiko makanan tidak layak konsumsi akan tetap ada.
“Kalau kondisi itu diawasi tapi tidak pernah paham daging biru kalau sudah sekian jam dan sebagainya ya tetap akan terjadi kapanpun,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok


