Repelita Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyoroti kembali terjadinya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayahnya.
Sebanyak 695 siswa di Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG yang disediakan oleh SPPG setempat pada Selasa 28 Oktober 2025.
Sri Sultan menilai bahwa potensi keracunan dapat dicegah apabila dapur MBG bekerja sesuai dengan kapasitas dan fasilitas yang dimiliki.
Ia menegaskan bahwa pengelola tidak boleh mengabaikan kesiapan teknis di lapangan, terutama dalam hal peralatan dan sistem kerja.
Menurutnya, dapur yang biasa memasak 50 porsi tidak bisa dipaksa menyiapkan 3.000 porsi dengan fasilitas tradisional yang terbatas.
“Kalau biasanya masak cuma 50 porsi, lalu diminta 3.000 porsi dengan dapur tradisional, ya nggak mungkin. Jam berapa mau mulai masak?” ujar Sultan di Yogyakarta, Jumat 31 Oktober 2025.
Ia menjelaskan bahwa pengolahan makanan dalam jumlah besar memerlukan sistem penyimpanan dan peralatan yang memadai agar bahan makanan tidak rusak dan menimbulkan risiko kesehatan.
“Kalau ayam atau daging disimpan tanpa freezer besar, besok digoreng ya bisa bikin mabuk,” kata Sultan HB X.
Selain itu, pembagian kerja di dapur besar juga harus diperhitungkan secara realistis agar tidak membebani tenaga masak.
Sultan menyebut bahwa satu kelompok berisi delapan orang idealnya hanya menyiapkan sekitar 50 porsi makanan.
Ia menambahkan bahwa pengawasan dan sertifikasi dapur MBG sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lapangan, bukan sekadar memenuhi syarat administratif.
“Kalau satu unit disuruh menyiapkan 3.000 porsi ya tidak akan bisa. Itu harus dibagi kelompok, lebih logis,” kata dia.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM Citra Indriani menyatakan bahwa pelaksanaan MBG memerlukan sistem pengelolaan yang tidak hanya fokus pada distribusi makanan bergizi, tetapi juga menjamin keamanan dan akuntabilitasnya.
“MBG bukan hanya tentang nutrisi, tetapi bagaimana sistem bekerja. Mulai dari perencanaan, pengadaan, distribusi, hingga tanggung jawab ketika terjadi masalah,” ujarnya, Jumat 30 Oktober 2025.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Wisnu Setiadi Nugroho menilai bahwa kasus keracunan MBG mencerminkan lemahnya tata kelola program publik yang seharusnya bisa diantisipasi sejak awal.
Ia menyarankan agar pemerintah belajar dari pengalaman negara lain dalam memperkuat sistem perencanaan dan pengawasan.
“Kita tidak perlu mengalami kesalahan yang sama. Banyak negara sudah punya contoh yang bisa dijadikan acuan sebelum program dijalankan secara nasional,” ungkapnya.
Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang sebelumnya menyatakan bahwa ketentuan teknis dibuat untuk memastikan dapur MBG beroperasi dalam batas aman dan efisien.
“Kalau tenaga masak bersertifikat dari BNSP, kapasitas dapat ditingkatkan hingga 3.000 porsi. Tapi prinsipnya, peningkatan kapasitas tidak boleh mengorbankan kualitas gizi dan keamanan pangan,” ujar Nanik, Rabu 29 Oktober 2025.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

