
Repelita Jakarta - Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, memicu perdebatan tajam di kalangan publik dan elite politik.
Salah satu penolakan tegas datang dari Ketua DPP PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning, yang menyatakan secara terbuka bahwa dirinya menolak keras usulan tersebut.
Dalam pernyataannya kepada awak media di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan, pada Selasa, 28 Oktober 2025, Ribka mempertanyakan kontribusi Soeharto yang dianggap layak menerima gelar pahlawan.
Ia mengungkit keterlibatan Soeharto dalam peristiwa pembantaian terhadap jutaan rakyat Indonesia, yang menurutnya tidak bisa diabaikan begitu saja.
Ribka menyebut bahwa Soeharto hanya dikenal karena tindakan represif, bukan karena jasa kepahlawanan yang patut dihargai.
Ia bahkan menyebut Soeharto sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia, tanpa menyebut secara spesifik peristiwa yang dimaksud.
Namun, publik selama ini mengaitkan nama Soeharto dengan Tragedi 1965, ketika banyak orang yang diduga komunis dan simpatisannya menjadi korban pembantaian.
Ribka menegaskan bahwa selama belum ada pelurusan sejarah atas peristiwa tersebut, maka tidak pantas Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Kementerian Sosial diketahui telah menyerahkan daftar 40 nama tokoh yang diusulkan sebagai calon penerima gelar pahlawan nasional kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Nama Soeharto termasuk dalam daftar tersebut, bersama dengan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Penolakan terhadap usulan tersebut juga datang dari berbagai elemen masyarakat sipil yang menyoroti rekam jejak Soeharto yang dinilai bermasalah dalam konteks pelanggaran HAM.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

