Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Komisi VI DPR Tegaskan Proyek Whoosh Tetap Bisa Diusut Meski Skema Business to Business

Repelita Jakarta - Komisi VI DPR RI menyatakan bahwa dugaan penggelembungan biaya dalam proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh merupakan pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas keuangan negara maupun korporasi.

Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron, menyampaikan bahwa jika benar terjadi mark up sejak awal proyek, maka hal tersebut telah menabrak aturan hukum yang berlaku dalam pengelolaan keuangan publik dan badan usaha milik negara.

“Kalaupun di awal-awal dulu ada upaya-upaya mark up, ada upaya-upaya menabrak aturan hukum, tentu ini tidak sesuai dengan akuntabilitas keuangan negara atau akuntabilitas keuangan korporasi yang melalui BUMN,” ujar Herman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 31 Oktober 2025.

Ia menegaskan bahwa meskipun proyek Whoosh dijalankan dengan skema business to business oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), proses hukum tetap dapat dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa mayoritas saham KCIC, sebesar 60 persen, dimiliki oleh konsorsium BUMN yang dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.

“Saya selalu tekankan bahwa bagaimanapun KCIC bisa disentuh oleh aparat penegak hukum. Karena meskipun prosesnya B to B, tetapi di Indonesia dengan 60% kepemilikan saham PT Pilar Sinergi BUMN yang lead firm-nya adalah PT Kereta Api, semuanya adalah BUMN,” tegas Herman.

Proyek Whoosh yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional sejak tahun 2016 dan mulai beroperasi pada Oktober 2023 memiliki nilai investasi sebesar 7,27 miliar Dolar AS atau sekitar Rp118,37 triliun.

Dari jumlah tersebut, terdapat pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar 1,2 miliar Dolar AS yang menjadi sorotan publik dan memunculkan dugaan korupsi.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut bahwa biaya pembangunan proyek Whoosh jauh lebih mahal dibandingkan proyek serupa di Tiongkok.

“Dalam hal ini, China hanya menghabiskan sebesar 17 hingga 30 juta Dolar AS per km. Sedangkan Indonesia harus menghabiskan 41,96 juta Dolar AS per km,” kata Anthony.

Ia membandingkan dengan proyek kereta cepat Shanghai–Hangzhou sepanjang 154 km yang hanya menelan biaya 22,93 juta Dolar AS per km, sehingga proyek Whoosh dinilai mengalami kemahalan sekitar 2,7 miliar Dolar AS.

Selain itu, KCIC mengalami tekanan finansial yang cukup berat. Konsorsium BUMN pemegang saham mayoritas, PT PSBI, mencatatkan kerugian sebesar Rp4,195 triliun pada tahun 2024 dan kembali merugi Rp1,625 triliun pada semester pertama tahun 2025.

Kerugian tersebut disebabkan oleh tingginya beban utang, bunga pinjaman ke Tiongkok, serta biaya operasional yang tidak sebanding dengan pendapatan.

Menanggapi hal ini, KPK menyatakan bahwa penyelidikan terhadap dugaan korupsi proyek Whoosh telah dimulai sejak awal tahun 2025.

“Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun (2025),” kata Jurubicara KPK, Budi Prasetyo, Senin, 27 Oktober 2025.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved