Jokowi menjadi salah satu tokoh yang paling dicari publik dalam polemik utang proyek Whoosh yang belakangan ramai diperbincangkan. Berdasarkan laporan akhir Juni 2025, utang proyek tersebut tercatat sebesar Rp1,38 triliun, menurun dari posisi akhir tahun 2024 yang mencapai Rp1,73 triliun.
Saat dimintai tanggapan mengenai penolakan pembayaran utang menggunakan APBN, Jokowi menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah saat ini. Ia enggan memberikan penilaian lebih lanjut.
Itu kewenangan pemerintah saya gak mau jawab, ujarnya singkat.
Meski demikian, Jokowi tetap menekankan bahwa proyek Whoosh tidak semata-mata bertujuan untuk mengejar keuntungan finansial. Ia menyebut bahwa pembangunan fasilitas transportasi massal seperti ini memiliki nilai sosial yang signifikan.
Lebih lanjut, Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur transportasi seperti kereta cepat merupakan bentuk investasi negara. Menurutnya, subsidi yang diberikan untuk proyek semacam ini tidak bisa dianggap sebagai kerugian.
Jadi sekali lagi, kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian, terangnya.
Sebagai perbandingan, Jokowi menyebut subsidi terhadap MRT Jakarta yang mencapai Rp800 miliar per tahun, meskipun rutenya belum sepenuhnya dibangun. Ia optimis bahwa nilai subsidi akan meningkat seiring dengan penyelesaian seluruh rute, bahkan diperkirakan bisa mencapai Rp4,5 triliun.
Kayak MRT, itu pemerintah Provinsi DKI Jakarta mensubsidi Rp800 miliar per tahun. Itu pun baru dari Lebak Bulus sampai ke HI. Nanti kalau semua rute sudah selesai diperkirakan Rp4,5 triliun dari hitung-hitungan kami dulu, 12 tahun yang lalu, jelasnya.
Jokowi juga menyoroti latar belakang pembangunan proyek tersebut yang berangkat dari permasalahan kemacetan di ibu kota. Ia menyebut bahwa kemacetan di Jakarta telah menjadi masalah kronis selama puluhan tahun.
Jadi kita harus tahu masalahnya dulu, ya. Di Jakarta itu kemacetannya sudah parah. Ini sudah sejak 30 tahun, 40 tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu, ungkapnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

