Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ekonom UI: Purbaya Hadapi Fase Storming, Fokus Kerja Murni untuk Kepentingan Rakyat

 Menkeu Purbaya: Dia Enggak "Ngerti", Masih Kecil dan Sudah Tidak Main  Instagram Lagi

Repelita Jakarta – Ekonom Universitas Indonesia, Kun Nurachadijat, menilai bahwa dinamika yang tengah dihadapi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merupakan bagian dari fase kepemimpinan yang lazim terjadi dalam birokrasi pemerintahan.

Menurut Kun, Purbaya saat ini sedang berada dalam fase “storming”, yaitu tahap awal dalam pembentukan sistem kerja di mana gesekan dan konflik mulai muncul sebelum tercapainya stabilitas dan kinerja optimal.

“Nah, semoga fasis storming itu mengantarkan dia ke fasis norming. Norming baru performing. Begitu. Nah, saya lihat fase ini yang sedang Purbaya alami. Purbaya sedang berada di fase storming,” ujar Kun dalam Podcast Forum Keadilan TV, dikutip Kamis, 30 Oktober 2025.

Lebih lanjut, Kun menjelaskan bahwa konflik yang dihadapi Purbaya bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan benturan antara gaya kepemimpinan teknokratik dan kepentingan politik-ekonomi yang lebih kompleks.

“Kalau bisa diklaster, kepentingan-kepentingan apa yang dilindungi oleh para orang-orang yang menempatkan dirinya sebagai lawannya Purbaya ini?” kata Kun.

Ia menilai bahwa Purbaya adalah sosok teknokrat yang berasal dari latar belakang teknologi, dan ketika diberi kewenangan, ia menjalankan tugasnya secara penuh dan murni untuk kepentingan rakyat.

“Purbaya seorang yang teknokrat ya, teknokrat yang beranjak dari teknolog. Jadi dia ini ketika dapat kekuasaan dia itu ya kerja benar-benar full, pure ya sejauh ini pengamatan saya masih untuk rakyat,” lanjutnya.

Namun, pendekatan teknis yang dijalankan Purbaya sering kali bertabrakan dengan cara pandang ekonomi politik yang lebih strategis dan berorientasi pada posisi geopolitik.

“Nah pure itu dengan analisa-analisa ekonomi yang lempeng-lempeng aja. Sedangkan yang namanya ekonomi itu ada istilahnya ekonomi politik. Ketika berekonomi itu emang konteksnya dalam memperkuat posisi politik, geopolitik segala macam,” terang Kun.

Ia kemudian mencontohkan perbedaan pandangan tersebut melalui proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh, yang menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir.

“Contoh Whoosh, itu mungkin di mata Purbaya inefisien, karena dalam bahasa awamnya karena pemirsa ini juga banyak yang tidak paham ekonomi. Jadi menjalankan atau membuat proyek dengan uang pinjaman,” ujar Kun.

Namun, dari sudut pandang politik, proyek Whoosh justru dinilai memiliki nilai strategis yang besar dalam konteks geopolitik dan daya tarik investasi.

“Nah, sedangkan kalau versi perspektif lawan Purbaya dalam konteks ini Pak Jokowi atau mungkin Pak Luhut itu Whoosh itu adalah supaya kita mencari posisi di geopolitik di antara Amerika dan Cina untuk menunjukkan bahwa kita ini dipilih sebagai tempat yang aman untuk investasi,” jelasnya.

Kun juga menyampaikan bahwa proyek besar seperti Whoosh dalam kerangka ekonomi politik berfungsi sebagai alat untuk menjaga stabilitas dan menarik minat investor global.

“Sedangkan dalam pertumbuhan ekonomi, ketenangan, minimnya risiko-risiko dalam ekonomi adalah ketidakpastian, itu mesti harus ada syarat mutlak untuk orang mau berinvestasi. Untuk menjadi good boy bagi investor-investor dan juga kekuatan politik, kutu-kutu politik di dunia, politik ekonomi di dunia gitu,” ujar Kun.

Menurutnya, meskipun proyek seperti Whoosh tampak tidak efisien di mata teknokrat seperti Purbaya, bagi kalangan politik proyek tersebut merupakan bagian dari strategi geopolitik yang lebih luas.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved