
Repelita Jakarta - Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, menyampaikan pandangannya terkait munculnya gerakan Gibran dua periode yang dinilai dapat memicu ketegangan politik baik antarpartai maupun secara personal.
Melalui akun Instagram pribadinya, Dino menguraikan sejumlah potensi konflik yang mungkin terjadi apabila gerakan tersebut terus digulirkan hingga mencapai tahap realisasi.
Ia menilai bahwa inisiatif untuk memperpanjang masa jabatan Gibran sebagai wakil presiden bukan berasal dari lingkaran Hambalang, melainkan dari pihak Solo.
Dalam unggahan yang dikutip pada Rabu, 29 Oktober 2025, Dino menyebut bahwa gerakan tersebut masih terlalu dini dan justru berisiko merugikan Gibran secara politik.
Ia berpendapat bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak ingin terseret dalam polemik perpanjangan masa jabatan, mengingat dirinya baru satu tahun menjabat dan memiliki hak prerogatif dalam menentukan pendamping.
Dino menilai bahwa gerakan tersebut lebih mencerminkan kepentingan politik pribadi Gibran daripada kebutuhan pemerintahan.
Ia memperingatkan bahwa sentimen antarpartai politik berpotensi meningkat, terutama antara pendukung Prabowo dan Gibran.
Kontrak politik yang telah disepakati hingga 2029 bisa terganggu jika muncul dorongan untuk memperpanjang duet kepemimpinan.
Dino menyatakan bahwa periode 2029–2034 merupakan babak baru yang harus dinegosiasikan ulang sesuai dengan dinamika politik saat itu.
Ia menambahkan bahwa sebagian partai mungkin mendukung Prabowo untuk dua periode, namun belum tentu menyetujui pasangan Prabowo-Gibran untuk periode kedua.
Menurutnya, kekompakan partai-partai dalam Kabinet Merah Putih bisa terancam karena tidak semua pihak bersedia hasil kerja kerasnya digunakan untuk mendukung ambisi Gibran.
Dino menyebut bahwa gerakan ini ibarat pisau bermata dua yang bisa menjadi bumerang bagi Gibran sendiri.
Ia menuturkan bahwa selama empat tahun ke depan, publik akan terus menilai setiap langkah Gibran, baik yang dilakukan secara terbuka maupun tertutup.
Setiap manuver politik yang dilakukan Gibran akan mudah dicurigai sebagai upaya untuk menggalang dukungan demi melenggang ke periode berikutnya.
Dino juga menyinggung strategi Prabowo saat kampanye yang bertujuan menghindari dominasi Jokowi dalam koalisi Megawati dan Ganjar.
Namun, ia memprediksi bahwa pada 2029, Prabowo tidak lagi mendapat dukungan dari partai-partai yang sebelumnya berada di bawah pengaruh Jokowi.
Ia menyebut bahwa saat ini terdapat konsensus informal di berbagai kalangan, termasuk purnawirawan TNI, birokrasi, partai politik, pengusaha, ormas, dan mahasiswa, yang menolak kemungkinan Gibran menjadi presiden sebelum masa jabatan saat ini berakhir.
Dino menegaskan bahwa jika Gibran ingin menjabat sebagai wakil presiden selama dua periode berturut-turut, maka ia harus menunjukkan kapasitas yang melebihi para pendahulunya.
Ia menyebut nama-nama seperti Bung Hatta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, BJ Habibie, Try Sutrisno, Boediono, Yusuf Kalla, dan Ma’ruf Amin sebagai tolok ukur.
Dino menyarankan agar Gibran fokus membangun kepercayaan publik melalui kerja nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat dan negara.
Ia menekankan bahwa modal terbesar dalam politik adalah ketulusan dan konsistensi, bukan pencitraan atau kampanye yang bersifat personal.
Menurutnya, kepercayaan publik hanya bisa diraih melalui tindakan yang nyata dan bukan dengan gimik atau pujian terhadap diri sendiri (*).
Editor: 91224 R-ID Elok

