Sebagian pihak menilai biaya konstruksi proyek ini terlalu tinggi dan tidak efisien.
Namun, pandangan tersebut dibantah oleh Peneliti Senior INSTRAN, Deddy Herlambang, yang menegaskan bahwa biaya pembangunan Whoosh justru lebih efisien bila dibandingkan dengan proyek MRT Jakarta Fase I dan Fase II.
Deddy memaparkan bahwa biaya konstruksi MRT Jakarta Fase I mencapai Rp 1,1 triliun per kilometer, sementara MRT Jakarta Fase II meningkat hingga Rp 2,2 triliun per kilometer.
Kedua proyek itu belum termasuk biaya pembebasan lahan.
Sebaliknya, biaya pembangunan Whoosh yang mencakup konstruksi dan berbagai komponen non-konstruksi seperti lahan, akses jalan, stasiun, serta instalasi jaringan PLN dan GSMR hanya berkisar Rp 780 miliar per kilometer.
Deddy menegaskan bahwa sistem jalur bawah tanah pada MRT menjadi faktor utama yang menyebabkan biaya MRT jauh lebih mahal dibandingkan kereta cepat.
“Biaya Whoosh sudah mencakup komponen non-konstruksi yang tidak diperhitungkan pada proyek MRT,” ujar Deddy pada Senin, 27 Oktober 2025.
Penjelasan ini sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo saat masih menjabat yang juga menyinggung efisiensi biaya pembangunan Whoosh dibandingkan dengan MRT Jakarta.
Dalam Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) XVII di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 4 Juni 2024, Jokowi mengatakan, “Kereta cepat itu justru lebih murah dari subway.
Kereta cepat itu Rp 780 miliar per kilometernya.”
Ia menambahkan bahwa proyek LRT bahkan memiliki biaya pembangunan lebih rendah, yakni sekitar Rp 600 miliar per kilometer.
Deddy menjelaskan bahwa persoalan utama proyek Whoosh bukan terletak pada biaya konstruksi, melainkan pada tekanan nilai tukar dan pembengkakan biaya akibat penundaan proyek.
Sejak kontrak awal pada tahun 2015 menggunakan kurs Rp 13.000 per dolar AS, kini BUMN harus menanggung beban bunga dengan kurs Rp 16.000 per dolar AS.
Perbedaan nilai tukar tersebut menyebabkan total utang meningkat dari Rp 74 triliun menjadi sekitar Rp 119 triliun.
Selain itu, keterlambatan pengerjaan akibat pandemi dan kendala pembebasan lahan menambah cost overrun hingga Rp 18,2 triliun.
Bunga pinjaman sebesar dua persen dari pinjaman berdenominasi dolar AS turut memperparah kondisi keuangan proyek.
Untuk menjaga stabilitas arus kas BUMN yang tergabung dalam konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), pemerintah memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Deddy menegaskan bahwa PMN diberikan bukan sebagai modal investasi, tetapi sebagai dukungan kerja pemerintah karena proyek Whoosh merupakan proyek penugasan negara atau solicited project, bukan proyek mandiri BUMN.
Ia mengusulkan empat langkah strategis untuk menyelamatkan konsorsium BUMN seperti PT KAI, PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara yang menanggung 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Pertama, melakukan negosiasi agar mata uang pinjaman diubah dari dolar AS menjadi Yuan (CNY) yang lebih stabil terhadap rupiah.
Kedua, memperpanjang tenor pinjaman dari 40 tahun menjadi 60 tahun disertai perpanjangan masa tenggang pembayaran bunga.
Langkah ini diyakini mampu menekan nilai cicilan tahunan dan menurunkan beban bunga efektif.
Ketiga, memperluas jalur kereta cepat hingga Surabaya sesuai Rencana Induk Perkeretaapian Nasional agar moda transportasi ini menjadi kebutuhan strategis nasional.
Deddy memperkirakan, jika rute diperpanjang, tarif dapat menyesuaikan harga tiket pesawat di kisaran Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per penumpang sehingga pengembalian investasi dapat dipercepat.
Keempat, mengembangkan pendapatan non-tiket melalui konsep Transit Oriented Development (TOD) dan Transit Junction Development (TJD) di titik stasiun utama seperti Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.
Menurut Deddy, pembangunan kawasan komersial di sekitar stasiun akan menambah arus pendapatan dari sewa lahan dan memunculkan pusat aktivitas baru yang mendorong peningkatan jumlah penumpang.
Ia menegaskan, “Konsep TOD dan TJD akan memperkuat cash flow KCIC serta menciptakan bangkitan perjalanan baru secara alami.”
Dengan penerapan langkah-langkah tersebut, Deddy berharap proyek Whoosh dapat keluar dari tekanan finansial dan berkembang menjadi jaringan transportasi cepat antar-kota yang efisien dan berdaya saing tinggi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

