
Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Kemarin, Selasa 28 Oktober 2025, adalah Peringatan ke-97 (Sembilan puluh tujuh) tahun momentum Soempah Pemoeda yang diselenggarakan tahun 1928. Bila diingat sejarahnya saat itu (awal abad ke-20) di Hindia Belanda sebelum Indonesia merdeka, muncul kesadaran nasionalisme di kalangan kaum terpelajar / anak sekolah bagi pribumi dan mulai dikembangkan melalui politik etis Belanda, yang membuka ruang bagi lahirnya generasi muda terdidik. Banyak organisasi pemuda dan pelajar daerah berdiri, misalnya Jong Java (1915), Jong Sumatranen Bond, Pemuda Kaum Betawi, dan sebagainya. Artikel ini sengaja saya tulis sebagai kepedulian saya selaku Menteri Pemuda dan Olahraga RI ke-11 tahun 2013-2014.
Perjuangan yang bersifat kedaerahan (berbasis suku atau lokal) dianggap kurang efektif menghadapi penjajahan. Maka muncul gagasan bahwa pemuda dari berbagai daerah harus bersatu dalam satu wadah kebangsaan. Sehingga sbelumnya diadakan Kongres Pemuda I (1926) yang menjadi pemanasan menuju kongres berikutnya yang lebih besar. Dalam persiapan Kongres, pemuda-pelajar mengadakan pertemuan pada 3 Mei 1928 dan 12 Agustus 1928 untuk menentukan panitia, susunan acara, waktu dan tempat pelaksanaan kongres.
Akhirnya Kongres ke-2 tersebut dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia (sebelum menjadi nama Jakarta). Uniknya tempat pelaksanaan terbagi di beberapa gedung, yakni: Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw (Rumah Indekos Kramat No. 106) di Jakarta. Panitia kongres disebut adalah Soegondo Djojopuspito, RM Djoko Marsaid (Jong Java), Mohammad Yamin (Jong Sumatranen Bond) dsb.
Dalam kongres ini dibahas berbagai hal: masalah pemuda, pendidikan kebangsaan, organisasi pemuda, juga ide kebangsaan yang lebih luas dan da puncaknta 28/10/1928 dilaksanakan rapat/sidang ketiga yang menghasilkan keputusan atau ikrar yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda, bunyinya "Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.”
Ikrar Sumpah Pemuda menjadi tonggak penting dalam pergerakan nasional dari yang semula berbasis kedaerahan menjadi persatuan nasional yang lebih luas. Bersamaan dengan pembacaan keputusan ini, untuk pertama kalinya juga diperdengarkan lagu yang kemudian menjadi lagu kebangsaan, yaitu Indonesia Raya, ciptaan Wage Rudolf (WR) Supratman yang saat penutupan kongres, Supratman memperdengarkan lagu tersebut (dalam bentuk instrumental biola) di hadapan peserta kongres untuk menghindari pengawasan kolonial Belanda. Notasi dan lirik kemudian dipublikasi oleh surat kabar Sin Po tanggal 10 November 1928 dan mulai tersebar. Lagu ini kemudian ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia setelah kemerdekaan.
Hampir seabad berlalu, kemarin berbagai acara digelar bersamaan dengan momentum bersejarah yang mempersatukan Rakyat Indonesia tersebut. Saya sendiri sempat ikut Konferensi Pers sehari sebelumnya (Senin, 27/10/2025) bertempat di Kafedangan Colomadu yang tidak jauh dari Calon Rumah baru JkW yang kini sedang Viral dipermasalahkan rakyat karena nilainya yang sangat fantastis (200 Milyar tanahnya saja, belum beaya pembangunan dan isinya) jauh diatas aturan UU No 7 tahun 1978, Keppres No 81 tahun 2004 bahkan Permenkeu No 120 tahun 2022 yang maksimal hanya 20 Milyar. Aksi didepan lokasi selanjutnya dilaksanakan kemarin oleh ARM (Aliansi Rakyat Menggugat), Dr Rismon Hasiholan Sianipar disamping Acara Mimbar Rakyat di depan Gedung Umat Islam (GUI) Kertopuran yang digagas Wuri Baret, Mikhael Sinaga dan Masyarakat Asli Solo yang sangat sukses sebagai pengganti sebelumnya di Sawahan yang diganggu Provokasi Oknum TerMul bayaran.
Karena sudah diagendakan jauh hari sebelumnya saya mengisi momentum 97th Soempah Pemoeda ini dengan menjadi (Saksi) Ahli pada Sidang Gugatan Dr Bonatua Silalahi kepada ANRI (Arsip Nasional Indonesia) yang mengaku tidak menerima Berkas pendaftaran dan Copy Ijazah JkW dari KPU (Komisi Pemilihan Umum). Sidang ini berlangsung di Gedung KIP (Komisi Informasi Pusat) yang Link beritanya lengkap bisa dilihat pada tautan YouTube ini youtu.be/mQxnAJPVDIM Alhamdulillah Sidang KIP berjalan lancar dan semoga hasilnya akan semakin memenangkan Rakyat. Jadi ini sekaligus membantah Narasi-narasi sesat alias HoaX Para TerMul (kebanyakan anggota Gerombolan Ceboker Nusantara) yang mengatakan bahwa saya "digerudug" saat di Solo kemarin, karena memang sudah diagendakan di Jakarta dan tidak berada disana, Terwelu.
Hal sama juga saya sampaikan pamit tidak bisa hadir di Jogja kepada Prof Eddy Suandi Hamid, mantan Rektor UII yang menjadi inisiator acara "Dialog Kebangsaan Yogyakarta" bertempat di Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad, Alun-alun Selatan Jogja yang menghadirkan Narasumber utama Ngarso Dalem Sri Sultan HB X dengan Mderator Rizal Muztary. Acara yang sempat diisi dengan pertanyaan floor dari Butet Kartarejasa, Arie Sudjito, Rosiana Silalahi, Soimah, Suyanto, Hasim dan Suci Novia ini ditutup juga dengan Testimoni dari Sulistyawan Wibisono dari Melbourne, Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin (Dubes Uzbek-Kyrgystan), Basuki Hadimulyono, KomJen Pol Ahmad Dofiri dan Prof Mahfud MD. Sri Sultan HB X memberikan banyak pandangan soal Memahami Perbedaan Generasi, Bisa tahu Kapan menjadi Gubernur dan-atau Sultan, Meski di Luar negeri harus tetap nJawan, Hak Laki dan Wanita sama, Menulis Filosofi Jawa jadi Bedoyo, Dialog Lintas Agama dan Kampus penting, bahkan disampaikan bahwa Urutan pendidikan itu penting (seperti menyindir keras WaPres yang kacau pendidikannya dan wajib dimakzulkan saat ini).
Khusus soal Gibran ini, setelah dulu sempat didemo dalam acara “Hajatan Rakyat” yang digelar di Benteng Vastenburg Solo, Sabtu 10 Februari 2024, dimana 200.000 warga Solo Raya menyanyikan yel-yel “Solo, Solo, Solo bukan Gibran” dan menggelar Sanduk bertuliskan “#SoloBukanGibran” yang Viral dimana-mana, ironisnya di momentum 97th bersejarah kemarin, dia malah hanya hadir di acara remeh-temeh berupa Mancing di Bekasi Kaligabus Tambun yang sangat bukan kelas Wakil Presiden. Acara bernama “Mancing Mania Gratis Jilid II” di sepanjang Kali Gabus, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ini diinisiasi oleh Karang Taruna Tambun Utara dengan menebar 5 ton ikan lele, dengan hadiah seperti sepeda motor listrik, TV, dan peralatan rumah tangga. padahal seharusnya sudah ada Tema Nasional yakni “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”, namun Apa yang dilakukan Fufufafa yang 99,9% adalah Gibran tersebut sungguh membagongkan, Ambyar.
Kesimpulannya, sangat banyak acara untuk menyambut Peringatan ke-97 Soempah Pemoeda yang sudah digagas oleh para pendahulu bangsa ini di masa lalu yang bisa dikerjakan kemarin. Mulai dari jadi (Saksi) Ahli untuk perkara Ijazah Palsu JkW di KIP, Acara Mimbar Rakyat di Solo maupun Dialog Kebangsaan di Jogja. Namun ironisnya (dan sangat konyolnya) Wapres kita yang susah-susah dipilih dengan berbagai Rekayasa politik menghabiskan lebih dari 70 Trilyun saat Pemilu 2024 lalu malah hanya bisa melakukan kegiatan Mancing di sebuah daerah laksana kelas Pak RT saja. Wajar bila kemarin juga ada tagar bahwa #PemudaBukanGibran sebagai sikap yang menolak anggapan bahwa Pemuda / Generasi masa depan Indonesia adalah sosok seperti dia. Oleh karenanya sangat wajar bila rakyat yang waras akan terus berteriak #MakzulkanGibran dan #AdiliJkW
)* Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Menteri Pemuda ke-11 RI (2013-2014) - Pengamat Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen - Jakarta, Rabu 29 Oktober 2025

