Repelita Jakarta - Jurnalis senior Hersubeno Arief menyatakan bahwa bersatunya Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah memunculkan dampak besar terhadap kekuatan politik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Menurut Arief, Dinasti Politik yang selama ini dibangun oleh Jokowi sejak 2019 kini sedang berada di ambang kehancuran karena kehilangan sokongan politik yang selama ini menopangnya.
Arief menilai bahwa momentum penyatuan antara Prabowo dan Megawati menjadi titik balik penting dalam dinamika politik nasional, apalagi ditandai dengan pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong.
Ia menjelaskan bahwa pemberian amnesti kepada Hasto bukan hanya keputusan hukum, tetapi juga menjadi hasil dari komunikasi politik yang intensif antara Istana Negara dan kediaman pribadi Megawati.
Puncaknya terlihat jelas dalam Kongres PDIP di Nusa Dua, Bali, ketika Megawati secara terbuka menyatakan bahwa PDIP tidak akan menjadi oposisi terhadap pemerintahan Prabowo.
Pernyataan tersebut, menurut Arief, menunjukkan bahwa Megawati kini telah berada dalam satu barisan dengan Prabowo, meninggalkan Jokowi yang sebelumnya menjadi pusat kekuatan partai dan pemerintahan.
Arief juga mengungkap bahwa Megawati kini sangat dominan di internal PDIP, karena selain menjabat sebagai ketua umum, ia juga merangkap sebagai sekretaris jenderal, sebuah posisi strategis yang semakin mempertegas kontrol politiknya.
Kondisi ini menurutnya telah membentuk relasi segitiga antara Jokowi, Prabowo, dan Megawati, yang kini kian terbuka arahnya.
Ia mengatakan bahwa dengan menyatunya Prabowo dan Megawati, maka posisi Jokowi makin terjepit, dan kekuatan dinastinya semakin terkikis.
"Prabowo dan Megawati sekarang menyatu kembali," ungkap Arief dalam kanal YouTube miliknya yang diunggah pada Rabu, 6 Agustus 2025.
“Sementara bagaimana dengan Jokowi dan nasib dinastinya? Ini yang saya kira, kita harus menyatakan bahwa dia tinggal menghitung hari,” tambahnya.
Arief memaparkan bahwa meskipun Jokowi masih memiliki loyalis di kabinet maupun lembaga pemerintahan, namun pengaruh politiknya secara keseluruhan kini mulai melemah.
Ia mengatakan bahwa jika PDIP benar-benar bergabung ke dalam kabinet Prabowo, maka hal itu akan memperkuat posisi Prabowo sekaligus membuka kemungkinan reshuffle terhadap para pejabat yang selama ini dianggap sebagai orang dekat Jokowi.
Meski demikian, Arief menekankan bahwa proses reshuffle tidak akan semudah membalikkan telapak tangan karena menyangkut representasi antarpartai di dalam struktur kekuasaan nasional.
Namun ia menilai bahwa tamparan politik sudah cukup telak dirasakan oleh Jokowi, terutama karena dua tokoh besar seperti Prabowo dan Megawati kini bersatu kembali dalam satu barisan.
“Yang jelas bahwa Jokowi memang tidak sepowerfull sebelumnya,” tegasnya.
“Amnesti dan Abolisi adalah pukulan telak bagi Jokowi,” sambung Arief.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi mengajukan amnesti untuk Hasto Kristiyanto serta abolisi untuk Tom Lembong dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.
Langkah itu disebut sebagai bagian dari strategi besar untuk mempererat persatuan nasional di tengah tantangan global.
DPR RI pun telah menyetujui pengajuan tersebut setelah surat resmi dari Presiden disampaikan kepada lembaga legislatif.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa pemberian amnesti dan abolisi itu tidak dimaksudkan untuk mencampuri proses hukum, namun sebagai bentuk komitmen Prabowo untuk memperkuat kebersamaan politik di Indonesia.
Ia menyebut bahwa menjelang peringatan 80 tahun Indonesia Merdeka, diperlukan sikap besar hati dari seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan melangkah bersama menyongsong Indonesia Emas 2045.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.