Repelita Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa penundaan Pilkada dapat dilakukan secara sah karena Pilkada tidak termasuk dalam rezim Pemilu menurut UUD 1945.
Ia menegaskan bahwa Pasal 22E UUD 1945 hanya mengatur jenis Pemilu seperti pemilihan DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, yang wajib digelar setiap lima tahun sekali.
Sementara itu, Pilkada diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang menyebut kepala daerah dipilih secara demokratis, tanpa menentukan jangka waktu masa jabatannya secara tegas.
Yusril menjelaskan bahwa masa jabatan kepala daerah ditentukan oleh undang-undang, sehingga penundaan Pilkada bisa dilakukan dengan revisi undang-undang pula.
Berbeda halnya dengan Pemilu nasional yang jika ditunda, akan bertentangan langsung dengan Pasal 22E UUD 1945.
Yusril menyinggung bahwa perpanjangan masa jabatan hasil Pemilu menjadi tujuh tahun seperti putusan MK nanti akan berbenturan dengan konstitusi jika diterapkan dalam UU Pemilu.
Pernyataan tersebut disampaikan usai menghadiri kegiatan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis.
Yusril menjelaskan, pandangan itu juga konsisten dengan tafsir sistematik antara Pasal 18 dan 22E UUD 1945 secara hukum tata negara.
Ia menyebut bahwa pemerintah dan DPR nantinya harus merumuskan ulang UU Pemilu secara menyeluruh pasca putusan MK.
Proses perumusan ulang itu akan dikoordinasikan oleh Kemendagri dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga.
Menanggapi kritik dari Anthony Budiawan, Yusril menyebut pernyataan tersebut tendensius dan minim dasar hukum tata negara.
Menurutnya, komentar Anthony Budiawan hanya terdengar meyakinkan di kalangan awam, namun tidak memiliki bobot ilmiah di mata akademisi.
Yusril menyebut penilaian tersebut tidak mencerminkan pemahaman mendalam terhadap konstitusi.
Ia menyampaikan hak jawab itu sebagai bentuk klarifikasi agar publik mendapatkan informasi berimbang sesuai UU Pers Pasal 5 ayat (2) dan (3). (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.