Repelita Washington DC - Sosok Nguyet Anh Duong kembali mencuat setelah militer Amerika Serikat menjatuhkan bom penghancur bunker ke tiga situs nuklir Iran pada Minggu, 22 Juni 2025.
Wanita kelahiran Vietnam ini dikenal luas sebagai perancang bom thermobaric BLU-118/B yang mampu meluluhlantakkan terowongan bawah tanah musuh.
Duong, yang kini berusia 65 tahun, mengaku langsung mengenali karakteristik bom tersebut saat melihat rinciannya.
“Saya merasa sangat familiar,” ungkapnya dalam sebuah wawancara di rumahnya di Maryland, Amerika Serikat.
Bom ciptaannya dahulu digunakan secara luas oleh militer AS untuk menghadapi jaringan Al Qaeda di Afghanistan.
Dengan ledakan bersuhu tinggi dan durasi panjang, bom ini memungkinkan tentara menghindari pertempuran jarak dekat di dalam gua.
Lahir di Saigon pada 1960, Duong menyaksikan langsung kengerian Perang Vietnam sejak kecil.
Ayahnya adalah pejabat pertanian Vietnam Selatan, dan kakaknya seorang pilot militer.
Menjelang kejatuhan Saigon pada 1975, keluarganya melarikan diri ke Filipina, lalu menerima suaka politik dari Amerika Serikat.
Setibanya di Washington DC, mereka memulai hidup baru berkat bantuan gereja lokal.
Meski awalnya tak fasih berbahasa Inggris, Duong berhasil lulus dengan predikat kehormatan dari University of Maryland.
Ia kemudian bekerja sebagai insinyur bahan peledak di laboratorium militer Angkatan Laut AS.
Pasca serangan 11 September 2001, ia diminta merancang bom penghancur gua dalam waktu singkat.
Duong dan timnya menyelesaikan proyek itu dalam 67 hari, memadatkan riset lima tahun dalam waktu yang sangat sempit.
Produk akhirnya menjadi andalan militer AS dalam medan tempur pegunungan.
Meski tidak terlibat langsung dalam serangan ke Iran, Duong merasa terhubung dengan misi tersebut.
“Saya langsung teringat wajah-wajah sahabat lama di komunitas pengembang bahan peledak.
Kami kecil, tapi erat. Ini bukan karya satu orang, tapi tim,” jelasnya.
Duong pernah menerima Medali Pelayanan Publik Samuel J Heyman pada 2007.
Ia menegaskan bahwa senjata hanyalah alat.
“Perang atau damai bukan soal senjata, tapi keputusan manusia,” ucapnya.
Duong kini menikmati masa pensiun bersama suaminya, sesama imigran Vietnam, dan empat anak mereka di Maryland.
Baginya, tinggal di Amerika adalah anugerah besar.
“Kadang butuh orang luar untuk menyadari bahwa meski tak sempurna, negara ini adalah surga,” tutupnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.