Repelita Gaza - Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, dr Marwan al-Sultan, gugur dalam serangan udara Israel yang menghantam apartemen tempat ia dan keluarganya mengungsi pada Rabu.
Putrinya, Lubna Marwan al-Sultan, menyampaikan bahwa keluarga mereka sebelumnya tinggal di Jabaliya, namun mengungsi ke Bundaran 17 di Jalan Rashid, sebelah barat Gaza, karena eskalasi serangan.
"Kami pikir akan aman di sana," ujar Lubna dalam video yang dipublikasikan oleh Quds News Network pada 1 Juli 2025.
Lubna menyebut rudal dari pesawat F-16 Israel secara spesifik menghancurkan ruangan tempat dr Marwan berada.
Bagian apartemen lainnya tetap utuh.
Dalam serangan itu, istri dr Marwan, Thikra Namar al-Sultan, putri mereka Lamis Marwan al-Sultan, dan saudari dr Marwan, Amina Umar al-Sultan, juga ikut gugur.
Lubna mengatakan bahwa suaminya, Muhammad Imad al-Sultan, juga terkena dampak serangan.
"Dia baru bebas dalam pertukaran tahanan terakhir," katanya.
Namun, hingga kini ia belum berhasil menemukannya.
Dr Marwan dikenal sebagai sosok dokter yang berdedikasi tinggi terhadap kemanusiaan.
Ia tidak tergabung dalam gerakan bersenjata, melainkan fokus merawat pasien-pasiennya, termasuk di RS Indonesia dan rumah sakit lain selama agresi berlangsung.
"Ia tak pernah angkat senjata. Ia hanya berdiri bersama pasiennya sampai detik akhir," ujar Lubna.
Dalam pesan terakhirnya yang dikirim ke MER-C Indonesia pada 19 Mei 2025, dr Marwan menyerukan kepada pemerintah dan rakyat Indonesia untuk menekan Israel agar menghentikan agresi dan memberlakukan gencatan senjata.
“Kami butuh Indonesia dan rakyatnya mendesak Israel agar melakukan ceasefire,” kata dr Marwan.
Ia juga berharap RS Indonesia tetap aman dan seluruh pasien serta staf selamat.
“Kami di sini berdiri bersama pasien-pasien kami. Mohon doanya,” ucapnya.
Kepergian dr Marwan menambah daftar panjang korban tenaga kesehatan di Gaza yang tewas akibat serangan Israel.
Menurut Healthcare Workers Watch (HWW), ia adalah petugas medis ke-70 yang gugur dalam 50 hari terakhir.
“Pembunuhan ini bukan hanya kehilangan nyawa, tapi juga kehilangan keahlian yang sangat dibutuhkan di tengah kondisi bencana,” ujar Direktur HWW, Muath Alser.
Direktur Rumah Sakit al-Shifa, dr Mohammed Abu Selmia, menyatakan bahwa dr Marwan adalah satu dari dua ahli jantung tersisa di Gaza.
“Kesalahan satu-satunya adalah ia seorang dokter,” katanya.
Sepanjang Mei, dr Marwan masih sempat berbicara kepada The Guardian mengenai kondisi darurat di RS Indonesia, menggambarkan betapa kritisnya situasi tenaga kesehatan di wilayah tersebut.
Dalam 50 hari terakhir, tiga dokter, kepala perawat, bidan senior, teknisi radiologi, serta puluhan tenaga medis muda juga tewas dalam serangan yang terus berlanjut.
Pada 6 Juni, bertepatan dengan Idul Fitri, sembilan tenaga kesehatan gugur dalam serangan udara di Gaza utara saat berlindung bersama keluarga mereka.
Fares Afana, kepala layanan ambulans Gaza utara, bahkan kehilangan anaknya Bara’a yang juga seorang paramedis saat membantu korban serangan pada 9 Juni.
Data PBB mencatat lebih dari 1.400 tenaga kesehatan telah tewas sejak perang pecah pada Oktober 2023.
LSM Insecurity Insight melaporkan bahwa sebagian besar dari mereka terbunuh di rumah sakit, saat mengevakuasi korban, atau dalam perjalanan menggunakan ambulans.
Sebagian lainnya gugur di kamp pengungsi atau sekolah yang digunakan sebagai tempat berlindung.
Ratusan tenaga kesehatan Palestina diyakini masih ditahan oleh otoritas Israel tanpa dakwaan dan dalam kondisi penyiksaan.
Organisasi Medglobal dari AS melaporkan bahwa lebih dari 300 tenaga medis, termasuk direktur rumah sakit Kamal Adwan, dr Hussam Abu Safiya, saat ini berada dalam penjara Israel.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.